Aku jatuh terduduk, mengusap peluh yang membanjir di dahi. Sekitarku gelap dan dingin tetapi entah mengapa keringatku terus mengucur deras bercampur dengan air mata yang terus menetes. Aku menggelengkan kepala, menguatkan hati. Bangkit berdiri. Kabut tipis menemani perjalananku menyisiri lorong-lorong labirin tanpa ujung ini. Rasa takut, cemas dan benci menggumpal di dalam hatiku. Perasaan yang tak bisa hilang begitu saja. Kakiku gemetar, tubuhku limbung dan aku tak bisa berpikir kemana akan pergi. Tersesat. Satu kata yang mampu membuat orang-orang bertekuk lutut. Penuh susah payah kuseret kakiku yang mulai tak kuat, berjalan ke sembarang arah. Aku berhenti, memandangi sepatuku yang semakin lama semakin berat, kulepaskan sepatuku dan entah mengapa kakiku terasa sangat ringan. Aku berlari, tetapi kemudian berhenti. Kini kedua tanganku yang terasa berat, tatapan mataku tertuju kepada gelang manik dan cincin berlian yang terpasang di tanganku. Sekali lagi kulepaskan barang-barang itu dan kembali berlari. Tetapi lagi-lagi, sesuatu yang terasa berat di saku baju membuatku tertahan. Sebuah kartu keluarga. Aku terdiam lama sekali memandangi kartu tersebut, tak bisa berkata-kata. Kupejamkan mataku dan membiarkan kartu tersebut di bawa terbang oleh angina. Perasaaan aneh yang tak bisa kuungkapkan melingkupi hatiku. Aku tersenyum tipis, kembali berlari. Lorong panjang labirin ini mungkin tidak memiliki ujung, dan sewaktu-waktu aku akan kembali tersesat. Tetapi tak masalah, karena aku pasti akan menaklukkannya.
Kesalahan :
• kata 'tetapi' tidak digunakan di awal kalimat.Sudah direvisi :
Aku jatuh terduduk, mengusap peluh yang membanjir di dahi. Sekitarku gelap dan dingin tetapi entah mengapa keringatku terus mengucur deras bercampur dengan air mata yang terus menetes. Aku menggelengkan kepala, menguatkan hati. Bangkit berdiri. Kabut tipis menemani perjalananku menyisiri lorong-lorong labirin tanpa ujung ini. Rasa takut, cemas dan benci menggumpal di dalam hatiku. Perasaan yang tak bisa hilang begitu saja. Kakiku gemetar, tubuhku limbung dan aku tak bisa berpikir kemana akan pergi. Tersesat. Satu kata yang mampu membuat orang-orang bertekuk lutut. Penuh susah payah kuseret kakiku yang mulai tak kuat, berjalan ke sembarang arah. Aku berhenti, memandangi sepatuku yang semakin lama semakin berat, kulepaskan sepatuku dan entah mengapa kakiku terasa sangat ringan. Aku berlari, tetapi kemudian berhenti. Kini kedua tanganku yang terasa berat, tatapan mataku tertuju kepada gelang manik dan cincin berlian yang terpasang di tanganku. Sekali lagi kulepaskan barang-barang itu dan kembali berlari. Namun, lagi-lagi, sesuatu yang terasa berat di saku baju membuatku tertahan. Sebuah kartu keluarga. Aku terdiam lama sekali memandangi kartu tersebut, tak bisa berkata-kata. Kupejamkan mataku dan membiarkan kartu tersebut di bawa terbang oleh angin. Perasaaan aneh yang tak bisa kuungkapkan melingkupi hatiku. Aku tersenyum tipis, kembali berlari. Lorong panjang labirin ini mungkin tidak memiliki ujung, dan sewaktu-waktu aku akan kembali tersesat. Namun, tak masalah, karena aku pasti akan menaklukkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Jari Bicara
Short StoryBeberapa kata sulit terucap. Maka, biarkan jari bicara.