Di ujung lorong aku terjatuh. Mengaduh, terasa sakit hingga aku menangis. Pertahananku terbang bersama perih. Menyeruak, meresapi luka di jalan buntu ini. Hanya ada hitam. Dinding dingin yang menjadi sandaran, tak memberitahu kapan berubah warna. Kaki telanjangku dingin menggigil. Menginjak air hitam, kotor dan menjijikkan. Asaku hilang. Roboh atas kata sosok lain, kandidat yang bisa melepasku dari sini. Aku ingin lepas. Ingin bebas dan menatap diriku kembali. Walau lariku berakhir pupus kala bertemu lorong menyeramkan ini. Menakutkan dan tak tersentuh karena hanya aku yang mendiami. Tangisku tak mau reda. Anganku tersamar, terganti oleh rasa ketakutan. Sejak awal aku sudah tau. Hanya hitam yang akan menyapaku. Mengalun berirama bersama deru napas yang sudah hampir habis masanya. Karena disini aku berjuang sendiri, melawan kendati lebih mudah bersalaman. Di depan sana ada yang tertawa kemenangan. Membiarkanku sendirian di sela mimpi yang berangsur meninggalkan. Dalam kehilangan ini, dalam sesat ini aku terduduk. Aku menyerah.
Kesalahan :
Tidak ditemukan
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Jari Bicara
Short StoryBeberapa kata sulit terucap. Maka, biarkan jari bicara.