Tenggelam benakku dalam alunan melodi lagu 'Merakit - Yura Yunita'. Air mata tak lagi dapat kutahan, melihat lintasan kenangan bermunculan satu demi satu. Membawa suka dan duka kembali hadir dalam relung hati. Indah, ya begitu indah kenangan dengan dia yang pernah hadir dalam hidupku. Tertawa bersama, saling menghapus luka tanpa ada kata lelah. Tak pernah bosan mendengarkan celotehan tak bergunaku, tak pernah bosan mendengar nyanyian suara sumbangku. Aku begitu merindukannya. Namun, dimensi semesta telah memisahkan dunia kami. Semakin lama, aku semakin tenggelam dalam lamunan luka lara, hati ini belum ikhlas menerima kepergiannya, banyak tanda tanya darinya yang belum terpecahkan. Dan, mungkin akan menjadi misteri selamanya.
Saat kesadaranku mulai pulih sedikit demi sedikit, kulangkahkan kakiku menapaki jalanan setapak basah hujan yang baru saja mengenaiku. Aroma petrikor dengan silaunya intipan sang baskara menyayat hati ini. Aku berjalan menuju pusaranya, membawakan bunga tulip putih kesukaannya. Sesak di dada semakin bergejolak, seakan meminta untuk dilepaskan. Namun, apa gunanya? Mengekspresikan isi hati sudah tak ada gunanya, semuanya hambar. Hampa dan tak tersisa. Semuanya sia-sia, benar saja menyesal adalah hadiah terakhir dari kata terlambat. Tepat pada 13 Juni, aku benar-benar tenggelam dalam labirin hati masa lalu. Yang tak akan pernah hilang lagi, mungkin tuk selamanya.
Kesalahan :
• habis 'ya' berikan koma
• 'dan' tidak cocok dijadikan awal kalimat
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Jari Bicara
Short StoryBeberapa kata sulit terucap. Maka, biarkan jari bicara.