Dingin. Langit hanya menunjukkan wajah muramnya. Tempat ini sesak. Hanya selebar dua bahu. Dinding menjulang, tinggi. Ujung hidungku semakin membeku. Langkahku tak berhenti sedetikpun. Lurus, hanya satu arah. Semua terasa ambigu, aku tidak takut. Apa kau ada dibalik dinding tinggi ini? Ah, bodohnya aku memikirkanmu saat genting. Hanya saja, langit seolah berbicara. Kau ada di sini. Lalu aku bertemu jalan pilihan. Kanan atau kiri? Kepalaku menengok. Lenggang, gelap. Aku tak sempat untuk memikirkannya. Kakiku melangkah lebih dulu. Apa yang ada di depanku? Di belakangku? Tidak ada. Kesiur angin memainkan rambutku. Dari mana angin ini? Semakin aku jauh melangkah, dinding ini semakin gelap. Tidak, aku tidak takut. Bibirku dingin. Tatapanku hanya lurus ke depan, menerka. Apa yang ada di sana? Aku bertemu jalan pilihan lagi. Lurus atau kiri? Mataku menyapu bersih. Kakiku, yang menentukannya. Napasku terdengar jelas, lembut. Langkahku tak bersuara. Aku berhenti. Di mana kamu? Siapa yang sebenarnya kucari?
Kesalahan :
Tidak ditemukan
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Jari Bicara
Short StoryBeberapa kata sulit terucap. Maka, biarkan jari bicara.