Gelap, portal yang salah untuk kedua kalinya. Aku menatap jam hitam yang melingkar ditanganku. Sudah seharian kakiku terus bergerak tanpa henti. Aku menghembuskan napas kasar. Dua belas detik, tubuhku terjungkal keluar dari portal. Wajahku terjembab di tanah merah yang sejak awal tadi menjadi pijakanku. Labirin macam apa ini? Tak ada ujungnya. Aku segera bangkit dan berlari mencari jalan keluar. Tikungan demi tikungan kulewati. Namun, ada yang berbeda dengan labirin kali ini. Sungguh berbeda dari dua labirin sebelumnya. Dinding labirin perlahan membuka dalam skala kecil. Anak panah bermunculan dan mulai meluncur tanpa melihat sasaran. Salah satu anak panah menusuk betisku tanpa ampun. Darah bercucuran dari daging betisku yang tertancap ujung anak panah. Aku berseru kencang menahan sakit. Belum, itu masih belum seberapa. Dua anak panah lainnya menancap dibahu dan tangan kiriku. Tubuhku jatuh terduduk di tanah merah. Sialan, apa-apaan ini? Aku merintih kesakitan. Labirin ini tak akan mungkin selesai dengan sendirinya.
Kesalahan :
Tidak ditemukan
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Jari Bicara
Short StoryBeberapa kata sulit terucap. Maka, biarkan jari bicara.