Tenggelam. Ya, aku telah tenggelam. Di dasar ketidak percaya dirian, di dasar keputusasaan, dasar paling dalam kesedihan. Aku sudah kalah melawan egoismeku sendiri. Bukan, bukan menyerah. Menyerah tidak ada dalam kamus hidupku. Aku hanya butuh sejenak ruang untuk sekadar mengembalikan jiwa yang lambat laun tertelan usia, terbawa angin, atau bahkan terhanyut air. Aku, manusia yang kerap tenggelam dalam emosi tak karuan milikku. Aku benci perihal ini. Sangat menyebalakan. Sesekali aku teringin hilang sejenak dari lingkup yang telah merenggut kepercayaan diriku ini. Terbang bebas, atau tenggelam bebas di lautan lepas. Tak ayal aku menangis siang malam tanpa sebab. Ya, mataku kerap sembab. Tapi, aku tak peduli! Napasku sesak jika tanpa sengaja aku teringat dengan kelemahan yang sangat tak kuinginkan ini.
Aku sungguh lemah. Sangat lemah. Aku, benci diriku sendiri. Meski begini, aku kerap sekali berdoa. Aku tak pernah absen memohon, menangis, dan terisak. Namun aku yakin, yang tahu hanya Tuhanku. Yang dengar hanya Tuhanku. Yang mengerti pun hanya Tuhanku. Aku tak pernah berharap lebih. Terlebih kepada siapapun. Karena aku tahu, harapan itu nantinya pasti hirap. Aku, si kuat yang perlahan lemah. Bangunan saja pasti perlahan roboh jika tak sering dikuatkan. Bagaimana dengan jiwa yang lebih sering tanpa sadar hendak dihancurkan? Tenggelam---dalam renungku sendiri. Hai, kalian yang membaca tulisan aneh dan absurd dari si lemah ini. Doakan selalu untuk kebaikan dan kekuatan diriku. Salam, si lemah.
Kesalahan :
• ketidak percaya dirian, disambung menjadi ketidakpercayadirian
• siapa pun, dipisah
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Jari Bicara
Short StoryBeberapa kata sulit terucap. Maka, biarkan jari bicara.