Tenggelam dalam lumpur kebinasaan. Aku adalah si rapuh yang tidak tahu arah pulang. Selalu mengikuti jalannya proses takdir yang tidak singkat. Mereka selalu memaksa tanpa tahu kehendak diri. Mereka selalu berkata, dan meminta, tanpa berkata padaku lebih dahulu. Sudahlah, tak apa, aku memang hidup untuk semua rasa ini. Aku sudah jatuh terlalu dalam bersama angan mimpi indah yang tidak pernah nyata. Aku selalu egois demi kesenangan mereka. Ibu, tidak bisakah aku hidup dalam kebahagiaan diri sendiri? Aku ingin membanggakanmu, tetapi aku tidak bahagia di sini. Apakah hanya aku seorang yang hidup seperti ini.
Jauh, jati diri ini hanyut lebih jauh dari yang aku kira. Tidak ada yang tahu siapa diriku sebenarnya. Bahkan aku sendiri tidak tahu. Konyol sekali, ya. Tuhan memang indah. Hanya aku yang buruk di dunia ini. Itulah pemikiranku selama ini. Tidak ada yang tahu bahwa aku terluka, menganga, bahwa lebih buruk dari yang lalu. Jika luka batin dapat berwujud dan menimbulkan bekas, maka seluruh tubuh sudah dipenuhi oleh hal tersebut. Aku jijik dengan diri ini. Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Namun, jika aku menyerah saat ini, apa yang akan terjadi pada semua usahaku selama ini? Usaha untuk keluar dari keegoisan Ibu, dan mereka. Apa aku akan menyia-nyiakan semua begitu saja? Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Bagaimana juga, aku sudah jauh tenggelam bersama keegoisan orang lain.
Kesalahan :
Tidak ditemukan
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Jari Bicara
Short StoryBeberapa kata sulit terucap. Maka, biarkan jari bicara.