Tenggelam. Dunia ini terlalu egois. Aku bosan. Aku muak. Aku frustasi dengan segala jenis dusta. Bulir air mata jatuh tanpa berkata lebih dahulu. Dalam, dalam, aku tak tahu harus melakukan apa. Detik ke depan, apakah aku mati? Atau tetap bernapas dengan segala selimut neraka? Aku muak dengan bibit kesengsaraan yang merajalela. Diri ini berduka terus-menerus tanpa henti atau jeda. Angin menembus tulang. Aku tidak bisa berhenti berpikir buruk tentang akibat-akibat di waktu ke depan. Apakah aku akan mati dan hanyut dalam dosa yang tak pernah lepas? Atau tetap berjuang melanjutkan hidup dalam duka kesanggupan?
Tuhan, aku ingin tertawa pada nasib diri ini. Bolehkah? Sudah ribuan detik aku telan dalam diam. Sudah ribuan waktu aku berlari bersamanya. Sudah berkali-kali aku jatuh pada lubang yang sama, tanpa mau berjuang. Sebenarnya setelah kupikir, yang salah adalah diri ini. Bukan dunia atau waktu, apalagi takdir. Aku konyol. Aku bodoh. Aku si tidak tahu diri. Tenggelam lagi dan lagi, aku tidak peduli dengan teriakan batin. Tak apa, tak apa. Aku sudah tidak perlu lagi menangis setiap malam. Tak apa. Aku sudah tidak perlu lagi berduka atau memikul masalah sendirian. Tak apa, tak apa. Aku akan memilih menenggelamkan diri bersama alam, di dalam perut bumi, bersama makhluk lain di gelapnya lautan.
Kesalahan :
Tidak ditemukan
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Jari Bicara
Short StoryBeberapa kata sulit terucap. Maka, biarkan jari bicara.