💀

13 2 0
                                    

Letih, kaki ku terasa mati rasa, di paksa berjalan di lorong tanpa asa. Berkali-kali ku kerahkan seluruh tenaga untuk mencapai cahaya redup yang terasa sulit di gapai. Tempat yang ku pijak terasa tidak ada bedanya, lorong gelap, senyap, ini membuatku sesak. Tembok-tembok yang menjulang tinggi menjadi saksi bisu aku yang terus berusaha menggapai jalan keluar. Atau mungkin, ia sambil tertawa melihatku yang mati-matian untuk berusaha keluar dari lorong tanpa asa ini? Sudah berapa kali aku melewati tempat yang sama? Aku tidak tahu, karna semuanya tampak sama saja. Perlahan aku melangkahkan kakiku lagi, perasaan putus asa mulai menyelimuti. Apakah aku harus menyerah saja? Sendirian tanpa ada yang menemani, membuatku semakin frustasi. Pertanyaan demi pertanyaan yang terus berdatangan tanpa permisi, kenapa aku disini? Bagaimana bisa aku disini? Kenapa harus aku yang disini?
Aku terduduk, tubuhku lemas. Aku menangis, mengeluarkan rasa frustasi dan berharap mendapatkan solusi. Tapi percuma, aku menatap arah depan, satunya harapan, cahaya redup itu mulai padam meninggalkan kegelapan dan kesunyian tanpa ujung. Tubuh ini ambruk, kesadaran ku pudar. Aku menyerah, sungguh aku sudah tak kuat. Terimakasih.

Kesalahan :
• kesalahan kata 'ku' dan 'di'
• kata terimakasih itu dipisah

Sudah direvisi :
Letih, kaki kuterasa mati rasa, di paksa berjalan di lorong tanpa asa. Berkali-kali ku kerahkan seluruh tenaga untuk mencapai cahaya redup yang terasa sulit di gapai. Tempat yang kupijak terasa tidak ada bedanya, lorong gelap, senyap, ini membuatku sesak. Tembok-tembok yang menjulang tinggi menjadi saksi bisu aku yang terus berusaha menggapai jalan keluar. Atau mungkin, ia sambil tertawa melihatku yang mati-matian untuk berusaha keluar dari lorong tanpa asa ini? Sudah berapa kali aku melewati tempat yang sama? Aku tidak tahu, karna semuanya tampak sama saja. Perlahan aku melangkahkan kakiku lagi, perasaan putus asa mulai menyelimuti. Apakah aku harus menyerah saja? Sendirian tanpa ada yang menemani, membuatku semakin frustasi. Pertanyaan demi pertanyaan yang terus berdatangan tanpa permisi, kenapa aku di sini? Bagaimana bisa aku di sini? Kenapa harus aku yang di sini? Aku terduduk, tubuhku lemas. Aku menangis, mengeluarkan rasa frustasi dan berharap mendapatkan solusi. Tapi percuma, aku menatap arah depan, satunya harapan, cahaya redup itu mulai padam meninggalkan kegelapan dan kesunyian tanpa ujung. Tubuh ini ambruk, kesadaran kupudar. Aku menyerah, sungguh aku sudah tak kuat. Terima kasih.

Tugas - Blueeraa

Biarkan Jari BicaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang