Tenggelam dalam kesedihan yang aku rasakan sekarang, membuat hatiku tersiksa. Dari sekian juta detik yang telah aku lewati, kesedihan itu masih terasa. Terhanyut dalam sepi, membuat kesedihanku semakin nyata. Aku sangat merindukan keramaian, merindukan kebahagiaan, dan tawa yang terlukis dalam bibirku. Namun, aku telah larut dalam kesedihan ini. Kesedihan yang membuat hatiku terluka. Adakah yang dapat membuatku kembali menemukan kebahagiaan? Agar aku tidak larut dalam kesedihan ini. Napasku tercekat, terenggut oleh kesedihan yang semakin mendalam. Daksaku semakin memasuki lautan pilu. Apakah hidupku akan berakhir dalam kesedihan? Entahlah, aku hanya bisa berdo'a supaya dapat terbebas dari lautan kesedihan ini.
Aku melihat sebuah tangan meraih tubuhku. Tangan seorang malaikat yang selama ini menemaniku. Dengan pasti, tangan itu menarik paksa daksaku untuk keluar dari lautan ini. Sebuah tangan seorang perempuan yang telah melahirkanku. Ya, Ibu. Ibu membebaskanku. Membawaku ke permukaan menuju kebahagiaan. Melepaskanku dari belenggu kesedihan yang selama ini menghanyutkanku. Sampai akhirnya, aku dapat bernapas lega. Tak ada lagi cekatan menyiksa. Aku yang selama ini tenggelam dalam kesedihan, akhirnya aku bisa bangkit menemukan kebahagiaan. Dukungan dan motivasi seorang Ibu, membuatku bersemangat untuk meraih impianku. Cita-cita dan mimpiku satu persatu mulai terwujud. Tak ada lagi raut kesedihan yang terpatri di wajahku. Semua itu telah berlalu. Meninggalkan kepiluan yang digantikan dengan sejuta kebahagiaan.
Kesalahan :
Tidak ditemukan
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Jari Bicara
Historia CortaBeberapa kata sulit terucap. Maka, biarkan jari bicara.