Episode 1

1.1K 335 300
                                    

"STOP! PAK BERHENTI

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"STOP! PAK BERHENTI."

CITTT

"Aduh! Neng Senja. Jangan mengagetkan Bapak yang sudah berkepala lima ini!" Pak Jarwo berseru, wajahnya pucat.

Pria berumur lima puluh tahun itu menginjak rem mobil tiba-tiba. Mengelus dada dan menatap Senja dengan kesal, anak majikan yang sudah ia anggap sebagai cucu.

"Kamu ini, ya, bikin Bapak gemas selalu." Pak Jarwo memasang wajah galak, memutar tubuh sepenuhnya ke belakang. "Ini lagi hujan Nak, untung-untung Bapak gak nabrak orang bisa berabe nanti sama Ibu," lanjutnya.

Senja menatap ke luar jendela, titik-titik air datang begitu banyak membasahi jendela mobil. Mereka sedang menuju pulang ke rumah dengan jalanan aspal yang basah. Baru pukul dua belas siang. Senja selalu di antar jemput oleh Pak Jarwo, supirnya sekaligus sudah dianggap sebagai keluarga. Dia orang yang lucu dan pelupa.

Senja hanya menyengir. "Bunda kalau disogok sama bahan-bahan dapur mah aman, Pak Jarwo Sopo Adit."

"Jadi, Neng mau apa ini?"

Senja lantas teringat lalu melihat ke arah belakang. Lalu mengeluarkan sebuah kertas note, menuliskan sesuatu di sana. "Aku keluar dulu, ya, Pak." Senja bergegas mengeluarkan sebuah payung berwarna putih dan melompat keluar.

Jebur

Suara cipratan air yang dipijak membasahi sepatu hitamnya.

Senja mendengar teriakan Pak Jarwo memanggil-manggil namanya. Sungguh Senja seorang Nona kecil yang sangat nakal. Gadis itu menghiraukan teriakan pria tua itu dan melangkah gesit ke depan.

Senja mendekat ke depan pintu gerbang rumah berwarna silver. Dia baru sadar ternyata ini sudah memasuki perumahan kompleks─nya. Payung yang Senja gunakan diletak di genggaman jari seseorang, sebungkus roti favorit Senja dan secarik kertas di pahanya lantas segera berlari ke arah mobil alih-alih karena seluruh tubuh Senja sudah terkena air hujan.

"Misi telah selesai," ucapnya saat menduduki pantat. Seperti dugaan Senja Pak Jarwo memelototinya walau itu tidak terlihat seram. "Apa yang Neng perbuat?"

"Menolong orang dan melakukan kebaikan," jawab Senja terkekeh. Dia mengibas-ibaskan roknya yang basah. Senja kembali menengok ke arah belakang. Lalu tersenyum.

"Pak, ayo jalan nanti Bunda akan menceramahiku sepanjang hari." Senja menghela nafas pasti Bunda dengan sukarela memberikan petuah untuknya.

Pak Jarwo tampak frustasi. "Bapak juga akan terkena omelan Ibu, Neng."

Senja hanya terkikik.

Senja turun dari mobil dengan berlari tanpa mengindahkan ucapan Pak Jarwo untuk menunggu sebentar sambil dia mengambilkan payung cadangan. Senja malas berlama-lama, badannya sudah terasa beku. Mata Senja menatap sekeliling, Bunda tidak terlihat dari pandangan dengan segera ambil kesempatan mengendap-endap ke kamar atas, tetapi sepertinya itu hanyalah bayangan─nya saja karena Bunda sudah meneriaki Senja dari arah dapur.

"Astaga! Senja kamu udah besar. Jangan main air mulu."

Bunda mengomel sendiri, pergi begitu saja. Tentu saja Senja sudah tahu apa yang harus dilakukan, pergi membersihkan diri sebelum Bunda menggedor pintu kamar, menyuruhnya turun untuk makan siang.

Senja bermalas-malasan di atas kasur empuknya ditambah dengan suasana yang dingin. Senja mengantuk. Dia sudah selesai mandi hanya membutuhkan waktu lima menit saja. Kalau kata Bunda Senja itu mandi bebek. Biarlah Senja tak suka berlama-lama di bawah shower. Bayangan tadi muncul di kepalanya, sosok anak kecil laki-laki sebaya dengan─nya, mungkin. Senja yakin sekali dia tinggi. Wajahnya tertunduk lesu, Senja mendesah sekejap karena tidak dapat melihat rupa sosok itu.

"SENJA! Turun sekarang, makan siang."

"Jangan mancing emosi Bunda, Senja Ulanni."

Senja mendelik mendengar suara Bunda yang memekakan telinga. Senja mensudahi tentang sosok anak kecil itu. Lebih baik dia turun sebab cacing di perutnya juga telah berdemo.

Bunda teriak sangat kencang. "Giliran kamu yang akan Bunda kasih hukuman."

Senja mengintip di sela pembatas antara dapur dan ruang tengah. Bunda dengan celemeknya yang terlihat miring, ada noda berwarna yang tidak hilang setelah dicuci padahal Senja pikir Bunda memiliki banyak uang dan tidak akan habis walaupun membeli dengan jumlah berkali-kali lipat.

"Bunda, makasih ya," ujar Senja menahan senyum.

"Sama-sama," sahut Bunda terdengar marah. Senja selalu memberikan penghargaan kepada Bunda walau hanya sebatas ucapan terima kasih.

"Makan yang banyak, Nak." Bunda sudah terlihat lebih adem. Dia juga ikut duduk di depan Senja, menatap Senja dari ujung kepala sampai kaki.

"Duduk! Ngapain kamu berdiri."

Senja menjawab, "Ini mau duduk."

"Enak, Bun."

Bunda mengangguk.

"Bun," panggil Senja sambil mengunyah.

Bunda diam saja tidak menyahut, Senja melupakan sesuatu. Jika sedang makan mereka tidak diperbolehkan untuk saling berbicara, dihabiskan dulu makanan yang ada lalu berbicara sepuasnya. Didikan Bunda yang sederhana itu akan berguna jika sewaktu-waktu Senja makan dengan orang lain atau pun orang tinggi, Senja tahu bagaimana cara bersikap dan menghargai.

"Tadi kamu ke toko?"

Senja menuangkan air ke gelas. "Ya," jawab Senja seadanya.

Bunda bertanya, "Toko yang mana?"

"Yang dekat dengan sekolahan Senja lah."

Bunda memiliki tiga cabang toko kue di kota ini, ada juga beberapa di luar kota.

"Laporan untuk hari ini ada di tas Senja, tapi ..."

"Basah, Bun kena air hujan," cengirnya.

"Lagian kamu sih nanti kalau kamu sakit gimana, Senja?"

"Ya, gak gimana-gimana, Bun."

Bunda melipat dahi.

"Bukannya Bunda udah kasih tahu kamu untuk bawa payung Senja. Payungnya diletak di dalam tas, jangan di keluar-keluarkan. Kalau kamu sakit kan Bunda juga yang repot."

"Bunda berhenti dong ngomeli Senja. Payungnya Senja bawa kok tapi tadi Senja pinjamkan sama anak kecil."

Senja mengangkat dua jari. "Kalau Senja ketemu sama dia lagi nanti Senja minta-in deh."

"Kayak kamu enggak anak kecil aja." Bunda menggoda Senja. Bunda membereskan peralatan makan. Senja tidak pernah mendengar keluhan yang keluar dari mulut Bunda.

"Kamu naik ke atas. Tidur siang."

"Senja bantuin Bunda cuci piring aja. Senja gak ngantuk."

"Bohong berdosa, lho. Mata kamu udah merah gitu. Jangan lupa letak minyak kayu putih di seluruh badan kamu biar gak demam."

Bunda menekannya. "Paham Senja?" Senja tak bisa mengelak. Sebenarnya dia senang karena tidak jadi mencuci piring.

Senja mengangguk.

"Paham Bunda Ayudia." Dengan berjalan ke atas tangga, masuk ke kamar dan tertidur pulas. Pintu tidak Senja kunci karena Bunda akan marah.

***

#ObrolanSingkat

BAGAIMANA EPISODE 1 NYA?

SELALU DUKUNG Seul, Love & Youth^^

Jangan lupa ajak saudara, sahabat, teman kalian untuk baca ya, mari ramaikan kawan-kawan^^

Dan jangan lupa juga untuk VOTE dan COMMENT sebagai dukungan kalian, huh>

Salam,

BM

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang