Episode 15

367 163 27
                                    

"Duta mau pergi ke mana kamu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Duta mau pergi ke mana kamu?"

Langit menjawab, "Sekolah, Pa." Dia menggerakkan kursi rodanya hendak keluar rumah.

Ferry menahan. "Hari ini gak ada sekolah."

"Balik ke kamar. Ganti pakaian," titahnya.

"Naik, DUTA!" Ferry membentak dengan kuat.

Langit menggeleng. "Mengapa susah kali diatur?" Ferry menatapnya marah, wajahnya tidak suka.

Langit menggeleng.

"Apa yang sebenarnya kamu mau, Duta?" Teriakannya menggema di ruangan, tidak berusaha dalam mengendalikan emosinya.

"Aku udah turutin mau Papa kemarin. Dan aku mau sekolah," ujar Langit melihat Ferry, rahangnya mengetat.

Dia ingin mengumpulkan tugas yang diberikan guru. Menjawab bersama teman yang lain, percakapan yang absurd, bahkan meladeni kemarahan guru. Langit sangat menginginkan suasana kelas pada umumnya. Dia muak berada di rumah menatap komputer juga guru yang membosankan.

"Sekolah? Lantas apa bedanya belajar di rumah dan sekolah? Sama-sama dapat ilmu kan? Gak ada bagus-bagusnya kamu ke sekolah. Menyusahkan orang lain. Lebih baik latih kaki kamu itu! Mau menjadi lumpuh seumur hidup?"

"Jawab DUTA! Mulut kamu masih berfungsi."

Langit diam.

"Naik sekarang. Jangan memba−"

"Aku gak mau!" Langit memotong.

Ferry murka jika Langit memberontak. Dia menyambar ikat pinggang, memukul Langit tanpa ampun. Ferry tipekal orang tua yang tidak bisa dibantah, semua ucapannya adalah kebenaran dan harus dipatuhi.

Langit tetap diam.

"DIAM? Masih tetap mau sekolah? HAH?"

Cambukan demi cambukan dihadiahi ke tubuhnya. Menggengam erat kemeja, menahan rasa perih di sekujur tubuh, hasil cambukan ditutupi dengan dengan cambukan baru.

"Bik! Bawa Duta ke atas. 15 menit antar ke taman belakang." Ferry berhenti. Berteriak menyuruh Bibi menyiapkan Langit. "Gak perlu diobati lukanya. Biarkan aja! Biar tau dia jangan bantah Papanya."

***

"Bangun Duta! Bangun!"

Langit terjatuh di atas bebatuan. Kakinya lecet. Keringat mengucur di pelipisnya. Langit lelah, fisiknya belum kuat, Ferry terlalu memaksa kehendaknya.

Ferry menarik tangan Duta agar segera berdiri. Namun, kembali jatuh. Kakinya tidak sanggup menopang bobot tubuhnya.

"Capek, Pa. Kaki aku sakit."

Langit tetap memaksa dirinya seperti yang Ferry inginkan. Bangkit dengan bantuan alat bantu jalan. Ferry dia hanya duduk memandang perkembangan Langit. Kalau jatuh, dia hanya bisa membentak, menyikut kakinya, mendorong-dorong untuk berdiri, kemudian kembali ke tempat semula.

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang