Episode 34

199 60 30
                                    

Pagi kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi kembali.

Bunda menyempatkan untuk membuat sarapan. Baju kebanggaan dipakainya. Pun celemek yang dipikir udah bisa terganti dengan yang baru. Urusan toko, Bunda sangat pandai menyelesaikannya. Beberapa hari, Bunda tidak bisa berjauhan dengan ponsel dan laptopnya. Berkas-berkas di sampingnya, lingkar bawah mata Bunda menghitam.

"Senja," teriak Bunda membawa sarapan ke meja makan.

Telur gulung, dan cumi goreng. Nasi panas mengepul-ngepul keluar dari pemasak.

"Senja, turun. Mau dipanggil sampai berapa kali baru turun." Bunda mengomel. Matanya menoleh ke lantai atas. Anaknya tidak kelihatan ingin turun.

Bunda mendongak, Senja tergesa-gesa keluar. "Senja, jangan asyik besolek aja."

"Sabar, Bun. Sabar." Senja menuruni anak tangga. Tas yang belum terkancing dan kaos kaki yang terpakai sebelah.

"Kamu ini udah tau mau sekolah pun lama kali bersiapnya." Bunda menarik tas Senja, memeriksa apa aja isi di dalamnya. "Kamu bawa novel?" Wanita paruh baya itu melotot lebar. Tangannya teracung ke atas siap memukul.

Bunda mengeluarkan satu novel karya Tere Liye ke depan muka Senja. Mengkibas-kibaskan. "Mau Bunda sita semua novel-novel kamu itu Senja?"

Senja meringis, telinganya berdengung akan jeritan Bunda. "Kenapa disita? Senja belinya pakai uang Senja, Bun." Dia menarik dekat piring nasi. Kelihatan lezat, Bunda menambahkan kecap manis di sekitaran telurnya.

"Bunda! Tunda dulu ngomelnya. Senja mau makan," ujarnya tersenyum meledek. "Kalau Senja telat, Bunda dipanggil ke sekolah. Jadinya, Bunda repot." Dia menyengir lebar merasa tidak berdosa.

Bunda mengangguk. Dia kembali ke dapur. Senja melirik, terkikik. "Hari ini kalian selamat enggak tau besok," ucapnya menepuk-nepuk tasnya.

***

Mobil bergerak di jalanan. Cuaca terang benderang. Matahari telah menapak di ujung kaki timur. Pedagang-pedagang mengembangkan payung, berwarna-warni, banyak truk mengangkut sayuran. Pun kendaraan umum mulai melaju kencang, menyambar anak-anak sekolah. Ruko-ruko rapat kian membuka, menyapa ramah pelanggan pertama.

"Pak Jarwo," panggil Senja.

"Apa Neng?"

Senja terlintas akan suatu hal. "Kemana Bapak membawa hidup Pak Jarwo pergi?" Senja bertanya. Lalu menghadap jendela membuat gambar matahari.

"Maksud Neng Senja?" Pak Jarwo menggeleng lemah. Dia tidak mengerti kalimat Senja.

"Kalau Neng mau dibawa pergi kemana hidup Neng?"

Senja diam sejenak. "Kalau aku ... aku belum tau mau kemana aku pergi, Pak." Dia memejamkan matanya, tersenyum. "Tapi menjadi seorang pianis adalah tujuanku pergi, berada di panggung mewah, ditonton beribu orang, ada Bunda, Langit, juga Pak Jarwo, terus aku speech, wauw ... aku gak bisa bayanginnya."

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang