Episode 23

359 172 100
                                    

BRAK!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BRAK!

Bingkai pintu didobrak keras. Laki-laki berbadan tegap masuk ruang Auditorium. Ferry berteriak nama Langit. Wajahnya merah menahan emosi, dia pria yang temperamental. Urat malu laki-laki pemarah itu sudah putus, dia tidak berpikir bagaimana nasib Langit jika dia berbuat demikian. Anaknya akan menjadi bahan olok-olokan.

"DUTA!"

"Dimana kamu? Dasar anak sialan."

Ferry mencari-cari tiap yang duduk. Otaknya memanas karna ketika dia pulang Langit tidak berada di rumah. Ferry yang mendapat desakan di luar mendatangkan badai kepada Langit. Sekolah? Ferry telah menyetujui persoalan itu. Dia justru melampiaskan kepada Langit saat suasana hatinya mendadak hancur.

"Maaf. Bapak mencari siapa? Saya akan memanggilkan, Bapak bisa duduk sebentar," ucap salah satu guru yang duduk terdekat.

Ferry mencibir. "Tidak perlu. Saya bisa sendiri. Saya heran kenapa kalian mau menerima anak cacat di sekolah yang elit?"

"Pak, kita bisa bicara baik-baik karna ada kegiatan kecil dan tidak enak dilihat sama murid-murid." Guru itu memberikan saran kembali agar Ferry tenang, tidak menimbulkan huru-hara.

Ferry melambaikan tangan, menyuruh diam.

Kegiatan terhenti sejenak, tiap-tiap mencari tahu, berbisik, bertanya-tanya siapakah laki-laki yang mengacau. Terlihat jelas tidak suka kedatangan laki-laki paruh baya itu. Sedangkan kegiatan ada di penghujung, murid-murid segera mendapatkan remote voting menentukan tiga orang terbaik yang berhak berpartisipasi di Kejuaraan Piano.

"Oh! Disitu rupanya kamu, ya. Ayo pulang!" Ferry membentak, dia tergopoh-gopoh. "Pulang! Duta! Anak gak tau diri."

Ferry menarik tangan Langit kuat. Samping kiri dan kanannya dengan reflek menjauh. Langit diam, dia tak bersuara. Pandangannya ke depan mengarah Senja.

Guru Besar menyambar tangan Senja saat gadis itu bergerak. Guru Besar memprotes tegas.

Senja menggeleng, dia mau melindungi Langit. Namun, saat Guru Besar berkata, "Jangan menambah masalah dengan kamu pergi ke sana Senja. Biarkan itu menjadi urusan temanmu. Jangan ikut campur."

Ferry menampar muka anaknya, berseru, tidak selayaknya seorang Ayah. Pipi Langit merah, dia menunduk. Tidak ada yang bisa dilakukan. Ferry selalu melakukan apapun semau diri. Langit menahan nafas, tangannya terkepal menahan sesak di dada. Dia dipermalukan di depan banyak orang tanpa tahu kejelasan masalah.

"PAK! Bawa Duta pulang!" Ferry berkoar-koar memerintah supir.

Supir terpatah-patah menghadap. Dia kasihan akan Tuan Mudanya. "Baik, Pak."

"Awas kamu! Sadar Duta, SADAR." Ferry melangkah.

"Oh! Senja kamu sedang memiliki acara, bukan? Mengapa kamu mau berteman dengan anak saya?"

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang