Extra Part (3)

125 23 6
                                    

Kegiatan kedua─berkencan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kegiatan kedua─berkencan.

1. Naik motor besar, jalan-jalan ke pantai pakai baju warna senada.

Langit masih bergelung di balik selimut, cuaca pagi ini sangat dingin tak mau menggerakkan laki-laki itu bangkit dari tempat tidur apalagi jika memeluk Senja menjadikannya bantal guling.

"LANGIT BANGUN!"

Suara Senja menggelegar dari bawah. Satu kali teriakan saja, setelah itu hilang hanya terdengar hembusan nafas yang beraturan.

Laki-laki itu meraba ruang di sampingnya, kosong. Dia kira dia sedang bermimpi kalau Senja memarahi dan meneriakinya. Jeritan istrinya sangat memekakan telinga.

Langit bergumam tak jelas berusaha mengumpulkan nyawa. Duduk mungkin sambil melamun, cahaya matahari telah masuk di sela-sela gorden jendela. Suara kokokan ayam terdengar mengejek.

"SAYANG!"

Langit memanggil Senja, tak lupa membereskan tempat tidur terlebih dahulu. Setelah itu melangkah menuruni anak tangga mencari keberadaan sang istri tercinta. Tampak dari pintu belakang, Senja sedang menyiram tanaman sambil bersenandung.

"Kamu ngapain?"

"Menurut kamu?"

Langit tersenyum simpul. Kemudian, dia bergerak pelan tanpa menimbulkan suara.

"AISH!" Senja berdesis seakan-akan seperti ular yang menangkap mangsa.

Langit memeluk dari belakang, kedua tangan melingkar di perut. Pun kepalanya dia jatuhkan di bahu Senja.

"Kamu kayak kucing tau nggak? Jalan nggak ada suaranya," kata Senja kesal.

Senja membiarkan saja laki-laki itu menempel di badannya. Dia melanjutkan menyeprot pohon-pohon di seberang, Senja menjadi ingat. Ini pernah menjadi tempat Bunda, Pak Jarwo, Mia, Langit dan dirirnya berkumpul bersama. Bunda yang memasak sup, dengan lauk ayam.

Senja bertanya. "Kamu kenapa?"

Langit mengecup pipi gadis itu sekilas.

"Bingung," jawabnya pelan.

Lingkaran di pinggang Senja kian mengerat tak mau melepas. Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Langit.

Hidungnya menelusuri bertahap dari belakang telinga sampai perpotongan leher gadis itu.

Hembusan nafas kasar nan hangat menerpa, rambut laki-laki itu pun menganggu telinga Senja.

"Mau cerita sama aku?" ucap Senja lembut.

"Kamu ingat aku selalu kena marah Bunda kalau jaili kamu, terus nyuruh aku minta maaf sama kamu. Kamu nyebelin, sih!"

Langit mengangguk. "Ingat."

Senja menunjuk ke arah dimana dia terjatuh sewaktu mengangkat tikar yang besar. "Di situ aku jatuh, kaki aku berdarah. Bunda ketawa, tapi kamu yang nolongin aku," lanjutnya sambil mengelus lengan Langit memberi kenyamanan.

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang