Episode 39

245 53 75
                                    

Karena Bunda marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena Bunda marah. Senja berusaha dengan keras membujuk. Segala cara yang dilakukannya─sukarela membeli perlengkapan dapur, ke toko untuk mengecek beberapa kebutuhan yang menipis, pulang lebih malam menggantikan pegawai yang tidak hadir.

"Bund masih marah?"

"Bunda kesal Senja."

Bibirnya maju, cemberut. "Bund jangan marah lagi lah. Gak kasihan sama Senja?"

"Gak. Cepat kamu makan." Bunda menjawab. Mukanya kusut.

Senja mengangguk lemah. Dia mengunyah pelan-pelan. Dia menjadi melamun. Apa Langit sudah mau berbicara dengannya? Apa dia sudah memaafkan dirinya? Senja mengakui kalau dia salah, tak seharusnya dia bertindak demikian─tiba-tiba. Langit pun sebagai anak Ferry mempunyai pilihan tentang hidupnya.

Senja menepuk kepalanya. "Bodoh! Tapi aku gak mau kalau Langit dipukulin terus." Napasnya keluar berat.

Gadis itu berbicara sendiri. "Lagian lomba lari, aku bisa kok. Dulu, sering kejar-kejaran sama ayam tetangga," desisnya mengoyak roti menyelupkan ke piring yang penuh dengan susu.

"Halah! Lari-lari, olahraga aja berapa tahun sekali. Lah, sok-sokan ikut lomba lari. Disuruh ke market dekat sini aja, pulang-pulang rewelnya minta ampun." Bunda membalas.

Wanita dengan setelan blouse itu sinis. Anaknya ini kalau sudah mau berbuat sesuatu, tidak perlu berpikir ulang. Lihatlah! Membicarakan dengan ibunya saja belum, tahu-tahu─mengikuti lomba. Parahnya tiket kemenangan pianonya sia-sia.

"Senja males, ah ngomong! Kalau udah nggak marah baru kita cakap-cakap lagi," ucapnya.

Senja memanggil─menyeret kursi. "Bund."

"Apa?"

"Senja minta maaf, tapi janji Senja akan melakukan yang terbaik." Dia menyodorkan kelingking, tersenyum─matanya mengedip.

Bunda menghela napas. Bergerak ke kiri, hadapan. Bunda berkata, "Bunda gak marah lagi. Bunda hanya nggak mau kamu nyesal, Senja. Jangan main-main persoalan kayak gitu. Itu pilihan kamu dan Bunda menghormatinya."

"Senja yakin gak nyesal, Bun. Senja juga heran kenapa tiba-tiba mau gantikan Langit padahal Bunda tau sendiri, Senja jarang olahraga. Yah. Setidaknya Senja akan serius─sungguh-sungguh."

"Ya, bun? Gak marah lagi kan?"

Bunda mengangguk. Tersenyum.

Senja mengepalkan tangan. Yes.

"Bund?"

"Apa lagi?" Bunda memeriksa ponsel, Senja melirik─email yang muncul.

Langit. Gadis itu memikirkan.

"Bund. Langit gak mau bicara sama Senja. Huh! Dia marah kayak Bunda, tapi lebih lama. Udah tiga hari, Bun. Senja frustasi, deh. Senja tau, Senja salah." Mulutnya berkomat-kamit.

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang