Episode 42

180 42 42
                                    

Keesesokan harinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesesokan harinya. Bola merah mulai menampak di muka bumi. Cuaca hari ini akan terang, tidak panas karena kemarin malam hujan deras turun.

"Halo, Seul. Kita jumpa lagi."

Senja menjawab, "Kamu yang namanya Noah?"

Laki-laki dengan pakaian olahraga serba hitam. "Ya, nama gue Noah si Malaikat Baik." Dia mengulurkan tangan. "Salam kenal, Seul. Beberapa hari ke depan kita akan sering bertemu."

Noah tersenyum simpul.

Bunda menyenggol lengan anaknya. Senja mengangguk membalas perkenalan itu.

"Panggil Senja aja kayak yang lain," ujarnya tidak ada senyum sama sekali.

"Noah ini keponakan Guru Club Piano di sekolah kamu, Nak." Bunda memberitahu. "Kebetulan dia lagi di Indonesia. Jadi, manfaatkan selagi Noah ada di sini. Kamu harus benar-benar latihan," lanjutnya.

Senja bertanya, "Kamu atlet lari?"

Noah menggeleng. "Gak, tapi gue bisa jadi pelatih lo, ada pengalaman sedikit." Dia menjawab santai.

"Yaudah, kalian gerak sekarang. Kebetulan di kompleks ini ada tersedia lapangan. Hitung-hitung untuk Senja berlatih."

Bunda membalik badan Senja. "Tergantung kamu, Senja. Perlombaan kamu tinggal hitung hari. Kalau mau berhasil, usaha kamu juga harus maksimal. Kamu harus percaya sama Noah." Wanita itu menepuk-nepuk kepala Senja.

Senja mengangguk diam.

Noah melihat smartwatch. Teng. Dia menarik tangan Senja tiba-tiba. "Kami pergi, tante. Sampai jumpa," katanya.

Bunda mengangguk. "Semangat!"

"Lo harus patuhi peraturan dari gue. Mulai sekarang kita berteman," ucapnya berlari pelan.

"Boleh kan Seul?" Pemuda itu menoleh.

"Gak boleh." Senja menjawab tenang. Napasnya sudah ngos-ngosan padahal baru saja memulai. "Kamu pelatih dan aku muridnya. Gak ada teman-teman," lanjut Senja.

"Bukannya gak masalah kalau sebatas teman? Kecuali sahabat atau pacar?" Dia menaikkan alisnya.

"Come on, Seul. Bergerak, baru dua menit kita berlari apalagi ini hanya jogging."

Senja bergumam tak jelas.

"Gimana boleh kita berteman? Setau gue kalau teman itu bisa datang dan pergi sesuka hatinya, bukan?" Noah menghembuskan nafas dan menarik nafas.

Gadis dengan rambut dikuncir itu terdiam sejenak, lalu mendesah. "Aku capek. Berhenti dulu dong." Dia memegang lututnya. Senja berjongkok. Napasnya tidak beraturan.

"Terakhir kali lo kapan olahraga? Minimal lo berjemur di matahari?" Noah berlari di tempat. Jarak dari rumah ke lapangan kompleks tidak terlalu jauh sekitar sepuluh menit.

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang