Episode 21

352 179 71
                                    

Hari berganti begitu cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari berganti begitu cepat. Kejuaraan Piano akan segera berlangsung, tinggal menghitung hari. Senja berusaha keras. Siang ke Malam silih berganti. Dia tidak pernah absen untuk masuk ke Club, pun kelas tambahan Piano di luar sekolah.

"Maaf, Kids. Ternyata ada perubahan dari pusat. Peserta lomba akan dikurangi dari tiap sekolah. Sekolah kita mendapat kursi hanya untuk tiga orang." Guru Besar memberitahu informasi terbaru. Dia baru pulang dari pusat karena panggilan mendadak.

Beberapa minggu lalu, Guru Besar bercerita bahwa dia adalah teman ayah Senja semasa mudanya dalam perlombaan Piano. Guru Besar mengaku bahwa ayahnya dan dia adalah musuh bebuyutan. Mereka tidak ingin kalah satu sama lain, ambisius. Ayah Agam yang tidak ingin menjadi nomor dua dari Guru Besar. Senja baru tahu bahwa Ayahnya seorang yang tamak. Pernah mereka bertengkar hebat sebelum penampilan dimulai, hanya karena ucapan Guru Besar yang menyepelekan Ayahnya. Guru Besar mendapat lebam di ujung bibir karena pukulan Ayah Agam yang menggunakan tenaga ekstra.

"Jadi?" Senja menginterupsi.

Semuanya mengaduh kecewa.

Guru Besar mengangkat bahu. Tidak tahu. Lalu dia bertanya. "Siapa diantara kalian yang iklas untuk mundur?"

Tidak ada yang menjawab. Tentu saja tidak ada yang mau mengalah demi orang lain. Kejuaraan ini bagai mendapatkan uang berjuta-juta di jalan. Hadiah yang diperoleh dari kemenangan adalah sebuah tiket menuju Kejuaraan Piano Nasional tanpa tahap penyeleksian.

"Apa saya harus memilih dengan sukarela?"

"Gak bisa dong Guru."

"Saya gak mau ngalah Guru. Saya harus ikut lomba dan menang."

Mereka berpendapat masing-masing. Senja belum menyuarakan. Dia diam, mendengar. Semuanya terlihat antusias, boleh juga saling menusuk dari belakang, menghalalkan segala cara.

"Bagaimana dengan kamu Senja?"

Guru Besar bertanya. Kacamata─nya di lepaskan dari hidung mancungnya. Guru Besar lebih muda dari perkiraan. Dia masih berumur 38 tahun. Dia belum menikah.

Senja menoleh, sejenak lengang. "Karna semuanya gak mau ada yang mundur termasuk aku. Gimana kalau Guru Besar menilai kami setelah menampilkan sebuah lagu?"

"Ide bagus. Bagaimana dengan yang lain?" Guru Besar mengangguk.

"Saya gak setuju kalau hanya Guru yang menilai karna Guru dan Senja saling mengenal, bukan?"

Senja mencerna kalimat itu. "Kamu kira aku pakai jalur belakang, ya," kekehnya. "Santai. Aku cukup hebat untuk bermain piano."

"Aku tetap gak setuju! Gak ada yang tahu," protesnya. Wajahnya tak suka.

"Yang lain bagaimana?"

"Saya setuju-setuju aja, Guru." Ketujuh dari mereka mengacungkan tangan, memberikan saran.

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang