Episode 19

369 171 53
                                    

"Pak! Pak! Kami turun di sini aja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pak! Pak! Kami turun di sini aja."

"Kami mau beli nasi uduk! Langit lagi ngidam banget," ucap Senja memberi cengiran.

Pak Jarwo menoleh ke Langit. "Nak Duta mau nasi uduk?" tanya Pak Jarwo memastikan. Senja memajukan bibir, malas.

Langit diam sejenak, menghadap kiri ke Senja. "Iya, Pak."

Pak Jarwo mengangguk. "Yaudah, hati-hati. Ke sekolah jangan kelayapan. Awas kamu Neng, Bapak lapor ke Ibu kalau macam-macam."

Senja mengangguk-angguk, tidak berkomentar.

"Pelan-pelan Langit," ucapnya. Senja membantunya turun.

"Dadah, Bapak! Istirahat di rumah. Jangan minum kopi aja." Senja mengacungkan jempol.

Pak Jarwo mengklakson sebagai jawaban.

"Kamu bohong." Langit menuduh. Mukanya menyebalkan.

Senja mengangkat bahu, bertanya. "Aku? Lho kamu kan yang mau nasi uduk. Aku ingat."

"Dulu Senja udah berpuluh-puluh tahun lalu."

Langit menarik pinggang Senja, dia hampir terserempet oleh sepeda motor. Dia begitu aktif seperti merencakan sesuatu.

"Matanya dipakai, jangan mulutnya aja yang cerewet."

Senja melototinya. Langit sungguh membuat kesal. Mulutnya licin sekali.

Senja membawa Langit ke warung dekat sekolah. Dia memesan nasi uduk yang terkenal di sekolahnya bahkan guru-guru mengantri di sana. Rasanya maknyos, gurih.

Setelah mengucapkan terima kasih, dia memberikan sepiring nasi uduk berlauk sambal tempe dan ikan teri, serundeng, juga telur rebus kepada Langit.

"Minjam HP," kata Senja meminta, tangannya terjulur.

Langit menyerahkan. Beberapa menit, Senja mengembalikan dengan muka tersenyum-senyum.

"Jangan aneh-aneh Senja." Langit mengingatkan. "Balik ke sekolah."

Senja menahan. "No! Hari ini kita enggak sekolah. Libur."

Sambil menunggu. Senja mengamati sekitar. Ibu penjual nasi yang telah berumur, rambut memutih dengan pakaian sederhananya, sebuah daster panjang.

Dia dengan bersemangat melayani pembeli, tersenyum ramah, mengangguk dan persilahkan untuk duduk. Di usianya yang seharusnya duduk di rumah, meminum teh, menonton televisi, atau bercanda gurau dengan cucu-cucunya. Ibu itu harus bekerja keras mencari uang. Tidak tahu. Boleh saja karena untuk menghabiskan masa tuanya.

"Dengan Duta Langit?" Sebuah grab online berhenti di hadapan mereka.

"Iya, Pak." Senja tersadar.

"Ayo!"

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang