Episode 3

672 277 192
                                    

Pagi kembali datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi kembali datang. Bunda meneriaki Senja agar bergegas. Bunda sibuk sejak Subuh untuk memulai hari, menyiapkan sarapan, mengecek perlengkapan sekolah Senja, kaos kaki yang sudah diborong Bunda, dan membereskan kamar.

Gadis nakal itu mengamati Bunda dari lantai atas, baju kebanggaan─nya melekat cantik di tubuh Bunda. Senja menebak pasti Bunda hari ini tidak pergi ke toko karena dia masih memakai daster padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh.

"Ngapain kamu diem di situ? Udah tau Bundanya kerepotan," kesal Bunda merapikan meja makan, meletak omelet.

"Padahal Bunda punya anak, tapi malasnya minta ampun." Bunda mengomel sendiri. Bunda selalu begitu, tiada hari tanpa mengomel, berteriak, menyuruh Senja, melemparkan celemek, menyuruhnya membantu.

"Bunda gak iklas, ya?"

"Setau Senja, ya. Eh! Enggak, Bunda yang bilang begini," ucapnya. "Kalau kerja itu kudu iklas walaupun yang kita lakukan hanya sekecil biji bayam." Senja menuruni anak tangga dengan karet rambut di tangannya.

"Betul gak Bun apa yang Senja bilang?" tanyanya sambil menuang segelas air.

Bunda mengangguk. "Betul sekali, anakku Senja yang super baik."

"Bunda juga iklas. O, ya kamu tau nggak kenapa anak yang durhaka itu masuk neraka?"

"Kenapa Bun?" tanya Senja menopang dagu.

"Kayak kamu ini contohnya. Calon-calon penghuni neraka." Bunda menunjuk Senja dengan jari telunjuknya yang lentik.

"Senja? Loh, kok gitu?" Senja menunjuk diri, tak paham.

"Kamu asal Bunda suruh selalu menghindar. Kamu tau kalau surga berada di bawah telapak kaki Bunda?"

Senja mengangguk. "Tau dong. Senja kan dengarin waktu guru agama jelaskan pelajaran," jawabnya.

"Jadi, kenapa kamu selalu nolak, nolak dan nolak?"

"Senja mau kali, lho Bun bantuin, tapi malas aja kalau Bunda nyuruh-nyuruh."

"Yang ada malah Senja acak-acak nanti." Senja tertawa, menampakkan gigi.

Bunda menatapku kesal. "Halah! Alasan kamu aja."

"Bun, ikatin rambut Senja dong." Senja tertawa, mencium gemas pipi Bunda."Kalau di sekolah selalu ditarik-tarik terus sama teman Senja, sakit tau, Bun." Senja mengadu kepada sambil menyerahkan sisir dan sebuah ikat rambut.

"Katanya Senja pakai rambut kuntilanak coba," lanjutnya dengan bibir dimajukan─cemberut.

Bunda ketawa, pura-pura tak peduli. "Kalau Bunda lihat-lihat mirip juga sih rambut kamu sama kayak mbak kunti."

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang