Episode 36

225 63 54
                                    

Telah menyelesaikan Kompetisi Piano di gedung termegah Kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Telah menyelesaikan Kompetisi Piano di gedung termegah Kota. Kursi berjejer rapi, menyatu satu. Lampu dengan desain mewah, tak lupa sebuah kehormatan untuk para pianis muda─calon peserta dengan keindahan piano yang berdiri sempurna di tengah-tengah.

Cahaya menyoroti, terang-benderang. Orang berbondong-bondong menghadiri, tamu undangan, peserta dari sekolah lain, kerabat dan juga keluarga. Muka-muka menegangkan usai menyisakan tawa bahagia, merekah. Ucapan-ucapan selamat, pelukan, tepukan kepala. Piala tingkat dua sebagai simbol kemenangan. Pun sebuah tiket untuk babak selanjutnya, gratis tanpa perlu terjun audisi.

Gadis cantik dengan gaun amethyst dengan senyuman merekah turun mobil. Membuka pagar, berseru menyuruh masuk. Lalu, berlari kecil ke dalam. Kakinya melepas asal sepatunya hendak menyampaikan berita gembira.

"Senja!" Bunda memanggil. Dia terlihat cemas.

"Bun─Senj." Bunda memotong terlebih dahulu.

"Duta tadi ke rumah, dia nanyak kamu, karena kamu belum pulang, dia balik. Senja, mukanya murung sekali, wajahnya kayak habis kena pukul." Bunda meraih piala di tangan Senja. Bunda tersadar dengan apa yang Senja bawa.

Bunda menepuk-nepuk pundak. "Kamu menang sayang? Selamat, Nak. Bunda bangga sama kamu."

Senja masih berada di pikirannya. Langit? Ada apa dengannya? Langit tidak dapat menghadiri kompetesi dirinya. Dia tidak mau, menolak. Entah karena apa.

"Sebaiknya kamu ke rumah Duta, Nak. Anak itu tampak begitu mau menemui kamu, Bunda juga gak mengerti. Bunda nyuruh Duta untuk nunggu kamu, kita sama-sama nyambut kamu pulang biar ngedengar berita bahagia."

Senja mendengarkan. Hatinya tiba-tiba berdetak. Dia menatap Bunda dan berkata,

"Senja ke sana, ya, Bun." Dia melambaikan tangan.

"Senja! Ganti dulu gaunnya," ucap Bunda mencegah.

Perempuan itu telah keluar pagar. Pun tidak memakai alas kaki. Gaun panjangnya ditarik ke atas-atas.

"Gak sempat, Bun." Teriaknya menghilang di balik jalan.

***

Jatuh. Langit. Pria yang dipenuhi luka pukulan, kemerahan dan sudut bibir berdarah terpelanting ke belakang. Siapa lagi kalau bukan Ferry pelakunya? Pria paruh baya dengan kepribadian temperamental akut.

Tiada ampun Ferry melakukan kekerasan fisik kepada Langit. Dia di luar kendali, marah besar dan melampiaskan kepada anak kandungnya. Sang istri juga berada di sana menyaksikan pertengkaran yang entah sampai kapan selesainya.

"Mas, hentikan! Cukup. Kau sudah kelewatan."

Evie menarik lengan Ferry. Dia menjauhkan dari Langit. Namun, Evie pun menjadi sasaran lelaki itu.

PLAK

"Kau yang bertanggung jawab seperti ini, Evie. Kau yang membuat anakku lumpuh," desisnya mencengkeram pipi istrinya.

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang