Episode 52

115 31 6
                                    

Pantai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pantai.

Debur ombak mengalun di sepanjang pesisir. Di senja hari sambil menatap matahari kian menghilang di ujung kaki. Udara sejuk, burung-burung berkicau terbang pulang. Menikmati pemandangan indah di bibir pantai dengan bertelanjang kaki.

"Kamu sama om tempramental udah baikan?"

"Udah."

Senja dan Langit. Pun Noah, Reno dan Mia tengah menghabiskan waktu akhir pekan. Setelah memenangkan pertandingan lari, juara ketiga. Senja mengusulkan untuk bermain-main.

Langit menoleh. "Kamu tau Senja, ada hal yang nggak bisa kita biarkan begitu saja." 

"Maksud kamu?"

"Aku udah maafkan Papa. Nggak mudah, tapi lebih menyakitkan kalau nyimpan dendam di hati."

Ferry meminta maaf atas perbuatan dirinya ke Langit. Air mata mengalir, pria itu hampir bersimpuh di depan Langit. Dia menyesal akan semua yang telah dia lakukan kepada Langit. Ferry benar-benar merasa tidak baik saat-saat dulu. Dia menjadi seorang Ayah yang tidak bertanggung jawab.

Senja mengangguk. Dia paham. Hei. Siapa juga yang akan mudah memaafkan orang yang telah menyakitimu?

Luka yang diperoleh akan membekas sepanjang waktu. Toh. Juga tidak ada manfaat kalau menyimpan perasaan dendam. Semuanya telah berlalu, udah terjadi. Nggak bisa kembali ke masa-masa itu.

Senja tersenyum. "Kamu hebat."

Reno memberi setusuk sosis bakar. "Untuk lo. Sobat gue," ucapnya tertawa. Langit tersenyum lebar.

Senja menghembus-hembus jagung bakarnya. Enak sekali. Noah yang membakar. Pemuda itu sangat seksi, perhatian. Apakah di Australia dia adalah salah satu ciri cowok yang terus tersenyum ke para cewek?

Senja bergerak mendekat ke laki-laki berparas orang luar negeri itu. Mia sedang sibuk main pasir. Entah apa yang dia kumpulkan. Senja mengkagetkan Noah. Laki-laki itu memakai topi hitam terbalik, tangan sibuk membalik-balik di panggangan.

"Mau lagi Seul?"

"Iya, tapi sosis."

"Siap, putri Seul."

Senja menghembuskan napas. Noah mendengar. Tentu saja. Dia seperti memikirkan sesuatu yang berat. Membuang, melepaskan di udara biar terasa lega di dada.

"Lo tau kenapa senja itu ada?" Noah bertanya.

"Karena emang harus ada."

Noah terkekeh. Dia melirik ke belakang. Menaikkan alis ke Langit, membuat laki-laki yang sedang mengobrol dengan Reno memasang wajah datar.

"Karena lo spesial. Senja selalu ditunggu-tunggu, tapi dia nggak sembarangan mampir. Dia akan menyapa saat dia mau." Noah menunduk, dia tersenyum manis.

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang