Episode 22

333 173 123
                                    

Kayu jati kokoh sebagai pintu masuk dan keluar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kayu jati kokoh sebagai pintu masuk dan keluar. Persis di depan dua daun pintu, deretan ratusan kursi berlipat memenuhi, berwarna biru tua. Pun lantai diciptakan dengan ketinggian untuk orang yang duduk di belakang. Dinding-dindingnya terbuat dari bahan kedap suara, penampilan akan spektakuler dengan pengeras suara terpantul ke seluruh ruangan.

"Mau duduk di mana?"

Senja menjemput Langit beberapa menit sebelum penampilan, menuntun pelan.

"Jangan di depan," katanya menggeleng. "Di situ aja." Dia menunjuk baris ke lima dari depan. Senja mengangguk.

"Kamu bisa berdiri?" Senja bertanya pelan.

Langit mengangguk. Perlahan dia meletakkan kakinya ke lantai, mengambil tangan Senja. Kemudian, patah-patah menginjak turun ke undakan.

"Lantainya kenapa dibuat gini sih," gerutu Senja.

Tangannya melingkar di pinggang Langit. Audiotorium masih sepi, Senja berhasil meloloskan diri sebentar, dia menghampiri Langit, menyelamatkan dari desakan-desakan siswa yang hendak menuju ruangan.

"Udah pas duduknya?" Senja mengangkat dagunya.

Langit mengangguk.

"Ambil," ucap Senja menyerahkan sebuah Airpod.

"Untuk apa?"

"Tapi kamu bilang kalau aku main piano, kamu ngantuk." Senja mengatakan serius.

Senja mengingat dengan jelas. Langit berbicara blak-blakan kalau dia mengantuk mendengar nada-nada dari permainan piano Senja.

Langit mengangguk lagi.

"Udah gitu aja?" tanya Senja.

"Iya," jawabnya pendek.

"Oh sebentar, aku bawa permen. Nah!" Sekaleng kecil berisikan permen manis.

"Kamu jangan bandel. Aku mau ke Guru Besar di belakang. Tuh! Udah mau dimulai."

Selintas Senja diam di sana, masih berdiri. Tangannya mengambang, menepuk-nepuk pelan kepala Langit. "Bye-bye!"

"Semangat," kata laki-laki yang menggunakan rompi berwarna abu-abu muda.

***

Ruangan mulai dipenuhi oleh murid-murid dari tiap jenjang kelas. Suasana semakin menegangkan. Sebuah piano sudah berdiri cantik menunggu sang Tuan menyentuh tuts-tuts─nya. Senja, Guru Besar, dan teman-temannya telah menempati kursi paling depan. Kepala Sekolah baru saja memasuki Auditorium, staf-staf Guru berada dibelakangnya.

Guru Besar bekerja keras untuk Kejuaraan Piano mendatang. Laki-laki dengan wajah Barat itu memiliki strategi yang unik, dia mau seluruh dunia tahu kalau dia telah mendidik anak didiknya sedemikian keras. Guru Besar mempertaruhkan banyak muka. Pada dasarnya, Club Piano adalah kegiatan pertama di sekolah elit itu. Dan belum mendapat catatan prestasi, yeah karena baru dibentuk.

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang