Episode 72

164 31 17
                                    

Tiga hari sebelum acara akan berakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga hari sebelum acara akan berakhir.

Langit meminta Senja untuk ikut bersamanya bertemu dengan Evie dan Oma─nya.

Di penutupan acara, Senja akan menampilkan persembahan dalam permainan piano dengan membawakan lagu Tanah Air.

"Nenek kamu umur berapa?"

"80 tahun."

Senja sudah memberi kabar kepada Noah bahwa dia akan main ke rumah Langit. Awalnya mau mengajak Noah akan tetapi karena urusan Noah yang belum selesai pemuda itu tidak ikut.

"Kamu kuliah?" tanya Langit. Dia merasa di situasi baru, waktu benar-benar mengubah segalanya. Canggung bercampur binggung untuk memulai pembicaraan.

Senja menjawab panjang. "Iya. Setelah lulus SMA aku nggak langsung daftar universitas. Aku les piano, kembangkan keterampilan aku sambil cari uang untuk nambah penghasilan Bunda."

"Maaf."

Senja mengerutkan kening. "Maaf lagi? Sekali lagi kamu minta maaf, aku nggak mau jumpa kamu lagi."

Muka gadis itu dibuat serius. "Bercanda, Langit," lanjut Senja karena melihat raut wajah Langit tak menentu.

"Asal kamu tau, tahun-tahun yang aku lalui penuh dengan air mata, sedih, senang. Dan bersyukurnya aku masih miliki Mia, kak Reno dan yang paling selalu ada di sisi aku, Noah." Senja tersenyum tulus.

Tanpa sadar Langit mencengkeram setir erat. Perasaan tak suka muncul, ditambah kenyataan yang menyadarkan bahwa Noah yang tak pernah absen dari kehidupan Senja.

"Kamu tambah ganteng, ya." Senja mengacungkan jempol.

Matanya menyipit ingin menggoda Langit. "Udah bawa mobil, mahal lagi," lanjutnya. Matanya mengeliling karena suka terhadap mobil yang berasal dari Britania Raya dengan merk Bentley─perusahaan mobil yang pria itu bawa.

Langit menggaruk belakang kepala, dia sama sekali tak bermaksud untuk pamer. Salah satu hobinya adalah mengkoleksi mobil sesuai selera laki-laki itu.

"Senja," ucap Langit karena Senja memperhatikan laki-laki itu dengan menaikkan alis naik turun.

Senja tertawa. Manis sekali.

"Yah! Telinga kamu merah. Nggak seru."

Senja tertarik dengan kegiatan di jalan, gadis itu menurunkan kaca jendela. Udara dingin masuk menyerbu wajahnya.

"Di sini orangnya ramah-ramah, ya?"

"Iya begitu."

"Tapi kamu pasti nggak pernah negur mereka?"

Langit berdeham membenarkan perkataan Senja.

"Jangan kaku banget nanti nggak ada yang suka," celetuk Senja menggerakkan tangan melihat anak kecil yang bermain salju di pekarangan rumah.

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang