ARES 01

14.2K 619 75
                                    

Kota Mataram 04:00

Pagi-pagi sekali Ares sudah bangun dan bersiap untuk membuat olahan siomay yang akan dijualnya sepulang sekolah nanti. Ia sengaja bangun lebih pagi supaya semua pekerjaannya cepat selesai tanpa harus dibantu oleh ayah dan ibunya.

Ares tidak tega membiarkan ayah dan ibunya yang kelelahan karena bekerja pun harus ikut membantu dirinya. Kala kantuk menyerang ia pun berusaha kembali menyadarkan dirinya dengan mengerjapkan matanya beberapa kali.

”Semangat!” gumamnya menyemangati diri sendiri. Tidak terasa suara adzan pun berkumandang membuatnya menghentikan aktivitasnya sebentar. Syukurlah pekerjaannya hampir selesai dan kini tinggal membuat saus kacangnya saja.

Setelah membersihkan diri dan berwudhu ia pun melaksanakan salat subuh di balik kamarnya yang sangat kecil. Terkesan sumpek dan sesak. Namun, ia bersyukur masih diberikan tempat tinggal yang baik meskipun kecil, tentunya bisa melindungi keluarganya dari hujan dan terik matahari.

Setelah melipat sajadah dan meletakkannya kembali di atas lemari, ia pun segera menuju dapur. ”Inak?“ serunya ketika melihat ibunya di dapur tengah melanjutkan acara masaknya yang tertunda nanti.

”Biar Ares aja yang kerjain. Nanti Icha sama Bayan nangis kalo Inak nggak ada di sebelah.” ucap Ares.

”Nggak papa Ares, lagian adek-adek kamu masih pada tidur.” sahut ibunya.

Ares pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika ibunya kekeh ingin membantunya di dapur seperti ini. Hidup di kota besar memang tidak mudah. Tapi, tidak lantas membuatnya menyerah. Sebagai tulang punggung keluarga setelah ayahnya, Ares ingin bekerja lebih keras lagi. Ia ingin memberikan kehidupan yang lebih baik untuk kedua orang tuanya juga adik-adiknya.

Tepat setelah semua bahan-bahan dagangannya selesai dibuat, suara tangis Icha dan Bayan pun terdengar dari kamar. Ya, dua anak itu memang tidak bisa tidak melihat sosok ibunya ketika pertama kali membuka mata setelah bangun tidur.

”Inak susul Icha sama Bayan dulu ya.” ucap ibunya.

”Iya Inak nggak papa, biar Ares yang beresin.” ucap Ares yang mulai merapikan dapur yang sedikit berantakan. Meskipun kontrakannya kecil sekali, ia tetap menjunjung tinggi kebersihan.

Lihat saja lantai-lantai kayu yang nampak bersih itu. Ares selalu rajin menyapu dan mengepelnya pagi dan sore. Baginya ini bukan cuma perkara hidup bersih, melainkan membangun kepercayaan pelanggan-pelanggan siomaynya, kalau siomay yang ia buat itu higenis.

Tidak terasa sudah pukul 6 pagi itu artinya ia harus segera sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Ayahnya pagi-pagi sekali sudah pergi karena harus bekerja sebagai juru parkir. Jadi, seperti biasa sarapan pun hanya berempat saja, ibunya, kedua adiknya, dan dirinya sendiri.

Ares, ibu, dan kedua adiknya pun keluar rumah berbarengan. Ares yang hendak berangkat ke sekolah dan ibunya yang juga hendak ke rumah majikannya tempat bekerja. Ya, ibu Ares bekerja menjadi pembantu rumah tangga, untungnya majikannya itu baik sekali dan mengizinkan ibunya membawa serta kedua adiknya.

Kalau ditinggal berdua di rumah siapa yang mau menjaga? Kalau pun adiknya yang paling besar, Bayan, dengan penuh keyakinan mampu menjaga adiknya sekalipun. Baik dirinya atau kedua orang tuanya juga harap-harap cemas kalau harus meninggalkannya di rumah.

”Ares duluan ya bu, assalamu'alaikum.” ucap Ares.

”Wa'alaikumussalam.” sahut ibunya.

Ares harus menempuh kurang lebih dua kilometer dengan berjalan kaki menuju sekolahnya. Alasannya karena ia tidak punya sepeda lebih untuk dipakai. Naik angkutan umum pun ia urungkan karena uang yang dimilikinya terbatas.

Ares [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang