Rakha membawakan dua porsi siomay, satunya super pedas untuknya dan satunya lagi original untuk istri tercintanya yang tidak bisa makan pedas. Ia melihat istrinya itu nampak kesusahan karena kedua tangannya yang sibuk menggendong si kecil.
Seulas senyum tipis pun terukir di bibirnya. Ia merasa benar-benar menjatuhkan pilihan yang tepat untuk menjadikan Ami sebagai istrinya sehidup dan semati. Interaksi Ami dan putri kecilnya Dara begitu hangat dan keibuan sekali. Lelaki mana yang tidak terharu dan bertambah cinta dan sayangnya ketika melihat istrinya sendiri begitu menyayangi anaknya sepenuh hati, jiwa, dan raganya?
“Biar mas yang gendong sayang, kamu makan dulu.” ucap Rakha menawarkan diri.
”Hati-hati loh mas keseleo nanti.“ sahutnya posesif kalau-kalau Rakha salah posisi ketika menggendong si kecil. Lihatlah kedua alis Ami yang mengkerut itu, lucu dan sangat menggemaskan.
Ami memandangi seporsi siomay yang di bungkus steropom dan dilapisi daun di dalamnya. Terlihat menggugah selera dan membuatya menelan ludah beberapa kali karena ngiler. Ah, jangan-jangan siomaynya nggak bersih lagi, pikir Ami.
Ami menyipitkan matanya, ia ragu untuk benar-benar mencicipi siomay yang ada di hadapannya. ”Hahahaha,” tawa Rakha pun pecah dan membuat Ami mencebikkan bibirnya kesal. Gemas melihat tingkah Ami yang tak kunjung mencicipi siomay yang ia beli, Rakha pun mengambil sesendok dan menyuapinya paksa.
”Hm!“ mata Ami melotot ketika sesuap siomay dipaksa masuk ke dalam mulutnya. Ami mengerjapkan matanya kaget. Ia menelan siomaynya bulat-bulat. Seketika matanya berbinar ketika ia merasa siomay yang dimakannya begitu lezat.
”Apa mas bilang kamu bakalan suka, kan? Wkwk,” ucap Rakha sambil tertawa renyah. Keduanya pun makan bergantian. Kini giliran Rakha yang menghabiskan siomaynya yang masih utuh karena sedari tadi ia harus menggendong si kecil Dara.
Senyuman penuh keramah-tamahan tidak lepas dari bibirnya untuk menyambut pelanggan setianya. Tanpa ia sadari seseorang berdiri di sampingnya dengan kedua tangan bersedekap di dada, pun tatapannya yang menyipit tajam tidak suka.
“Makasih mas ganteng,” ucap seorang wanita sedikit genit setelah menerima pesanannya. Tiba-tiba Adhitama memegang pergelangan tangan Ares yang masih sibuk meracik siomaynya. ”Ikut gue.” pintanya paksa dan semakin memperkuat cengkramannya.
”Lepasin,” ucap Ares mulai sedikit emosi atas sikap Adhitama yang berlebihan. Adhitama mengerutkan alisnya dengan sorot mata tajam penuh dengan kobaran api kemarahan. ”Ikut gue ato lo bakalan tau akibatnya.” ancam Adhitama yang terdengar tidak main-main.
”Gue masih ada pelanggan. Lu liat, kan? Tangan gue cuma dua, mending lu tunggu disana aja.” ucap Ares menunjuk bangku taman yang tidak jauh dari sini.
”Gak pake lama.” ucap Adhitama penuh penekanan di setiap katanya. Adhitama pun melepaskan cengkramannya kemudian duduk di salah satu bangku taman sambil menunggu Ares selesai melayani para pembeli.
Setelah dirasanya para pembeli mulai lengang, ia pun menghampiri Adhitama dengan posisi berdiri dan bibir yang sengaja dimanyun-manyunkan. ”Lu ngapain kesini? Nggak ada kerjaan?” ucap Ares sarkas.
Adhitama yang tadinya asyik memainkan ponselnya pun menoleh ke arah sumber suara. “Kacung gue gak bales chat ama telpon gue. Jadi, gimana bisa gue diem coba?”
”Heh,”
”Lu musti inget gue bisa aja nunjukin foto-foto kita ama bonyok lo. Jadi, lu harus nurut ama gue apapun itu alesannya.”
“Gue sibuk ngurusin pelanggan gue. Lu tau sendiri kan kalo gue itu siapa? Penjual siomay keliling!”
Di ujung kalimatnya sengaja Ares meninggikan intonasinya ketika berbicara. Adhitama yang mendengar Ares seperti membentaknya itu pun naik pitam. ”Lu musti gue hukum.” ucap Adhitama dengan sorot mata tajam yang menusuk lalu menarik tangan Ares paksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ares [BL]
Romance[TAMAT] Cerita ini ngambil latar belakang Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Seumpama cerita ini nggak sesuai dengan ekspektasi kalian-atau kalian nganggep cerita ini jelek, karna banyak typo, nama tokoh ketuker, dan banyak tokoh di mana-mana. Darip...