ARES 16

1.9K 173 9
                                    

Ini sudah hampir malam. Tapi, kediaman Rakha nampak gelap, bak rumah tak berpenghuni. Kemana Rakha? “Motornya ada kok,“ batin Ares. Bahkan kunci motor saja masih bertengger di motor. “Untung nggak dicolong nih motor,“ gumam Ares geleng-geleng kepala.

Ia pun memberanikan diri berdiri di depan pintu. Ia ketuk berkali-kali. Nihil. Tidak ada jawaban sama sekali. “Pergi dinas kali ya?“ batin Rakha. Tapi, kalau Rakha pergi dinas, kena kunci motornya saja masih disana? Rakha tidak mungkin se ceroboh itu.

Lagi-lagi perasaan Ares mendadak tidak enak. “Pintunya nggak kekunci,“ gumam Ares ketika ia membuka knop pintu dan mendapati pintu itu tidak terkunci. Ia pun semakin cemas. Maling?

Ares pun masuk ke dalam dan mencoba mencari saklar lampu. Ia bersyukur saklar lampu tidak jauh dari pintu. Ugh, berantakan sekali. Jantung Ares berdegup kencang. Kini rumah Rakha persis seperti kebun binatang. Berantakan sekali. Sampah ada disana sini.

“Kak?“ seru Ares. Rakha tidak menyahut. “Kak Rakha?“ seru Ares lagi. Rakha tetap tidak menyahut. Ia pun menoleh ke belakang. Seperti ada suara benda terjatuh. Ia pun mencari sumber suara. Dengan perasaan ragu-ragu, Ares pun memutar knop pintu sebuah kamar. Sepertinya ini adalah kamar Rakha.

Lagi-lagi suasananya gelap gulita. Ares meraba-raba dinding dekat pintu. Barangkali saklar lampu kamarnya ada disini. Dan benar saja. Memang ada disitu. “Kak.. Kak Rakha!“ seru Ares mendapati Rakha terbaring di lantai.

Wajah Rakha pucat pasi. Bibirnya berkali-kali bergumam tidak jelas. Rakha demam. Ares tidak mungkin meninggalkan Rakha dalam keadaan seperti. Oh tuhan, Ares harus apa? Pertama-tama Ares membantu Rakha bangun dan merebahkannya kembali ke ranjang.

“Ami..“ gumam Rakha samar dengan mata terpejam. Ares tau itu nama istri Rakha. Ah, kalau dipikir-pikir, kemana istri Rakha? Mengapa dia tidak ada disini? Bukan saatnya bagi Ares memikirkan ketidakhadiran seseorang.

Ares mencari-cari kaos tipis di almari. Pilihannya pun jatuh pada kaos tipis berwarna silver. “Maafin saya kak,“ seru Ares meminta maaf ketika ia henda menggantikan pakaian Rakha. Setelah itu ia pun mengambil air kompresan.

Ares mengompres area leher dan ketiak. Baru ia letakkan handuk kecil itu di dahi. “Jangan pergi,“ gumam Rakha dengan mata terpejam sambil menggenggam tangan Ares dengan kuat. Di alam bawah sadarnya, Rakha berpikir itu adalah Ami.

Ia pun menelepon Camilla, sang ibu, meminta izin untuk menginap di rumah Rakha. “Rakha kenapa, nak?“ tanya Camilla khawatir. “Rakha sakit inak.. Nggak ada yang rawat.. Ares minta izin temenin kak Rakha ya~“ ucap Ares. “Ya udah nggak papa.. Jangan lupa bikinin bubur..“ pesan Camilla. “Iya inak..“ sahut Ares. Sambungan telepon pun terputus.

Setelah membuat bubur untuk Rakha. Ares pun tidur dengan posisi duduk dengan kepala ia rebahkan di sisi ranjang, samping Rakha. Sambil menunggu Rakha bangun, Ares juga ingin beristirahat sebentar. Pegal sekali seluruh badan Ares setelah berkeliling. Ketika ia merasa semakin dingin di tengah malam. Ia pun terpaksa naik ke atas ranjang dan tidur di sebelah Rakha. Sebelumnya Ares kembali mengompres Rakha. Berharap demamnya cepat turun.

Kondisi Rakha semakin membaik. Ia sudah berhenti menggumam tidak jelas. Namun, Lagi-lagi mata dan hati Rakha masih diselimuti oleh bayang-bayang Ami. Ia pun menoleh ke samping. Ah, lagi-lagi Rakha bangun dalam keadaan setengah sadar. Lagi-lagi Rakha melihat itu adalah Ami.

“Ami..“ seru Rakha. Ares terbangun mendengar seruan Rakha. Ares sedikit terkejut ketika ia melihat Rakha semakin mendekat. Bahkan Rakha mengelus pipinya dengan lembut. Sadar Ares sadar. Yang Rakha lihat saat ini Ami bukan Ares.

Ares membeku. Seluruh tubuhnya terasa dikunci oleh tatapan Rakha yang sarat akan kasih sayang. Oh tuhan, apa yang terjadi pada diri Ares? Rakha meraih tengkuk leher Ares lalu mengecup bibirnya dengan mata terpejam. Ares diam tidak merespon sama sekali.

Ares [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang