Suara bel tanda pelajaran berakhir pun terdengar. Setelah membaca do'a; seluruh murid ber-hamburan keluar kelas. Ares tidak lantas langsung pulang, sebab hari ini adalah giliran ia bersih-bersih ruang kelas. Dinda memperhatikan ruang kelas Ares dari kelas ia sendiri, karna antara kelas ia dan Ares itu ber-seberangan. Dilihat-lihat Ares belum keluar sama sekali. Pasti dia masih di sana!, batin Dinda. Belum jua jera oleh peringatan Keanu; Dinda ber-niat ingin ber-ulah lagi. Dinda menganggap Peanu cuma membual saja. Bisa apa emang dia tuh?, batin Dinda.
Sebelum Dinda menghampiri; Dinda ingin membeli se-botol minuman terlebih dahulu. Hal ini demi memberi se-cuil perhatian sebagai teman(?). Sungguh Dinda berharap bisa lebih dari teman. Baru di depan ruang kelas saja; Dinda sudah begini deg-degan. “Ares?“ seru Dinda malu-malu. “Eh? Din?“ sahut Ares menoleh sembari menaruh sapu dan pengki di ujung ruangan. Buat apa Dinda nyari gue?, batin Ares. Sesaat ia merasa risih jikalau terlalu sering dihampiri begini. Padahal jikalau itu Putra berbeda cerita, dan terasa biasa-biasa saja. “Gue pengen ngasih ini ke lu,“ ucap Dinda sembari memberi pulpy orange.
Ares menerima se-botol minuman tersebut dengan senang hati. “Tampi asih udah nolongin gue tadi pagi,“ ucap Dinda. Sebelum memberi tanggapan; Ares memandang botol minuman di tangan ia beberapa saat. Sungguh Dinda terlihat semakin berani. Huft, gue kenapa, sih? Bisa aja dia emang cuman pengen temenan ama gue, kan?, batin Ares bimbang, meskipun di sisi lain; ia juga tetap harus menjaga jarak. “Gue boleh—“ belum selesai Dinda ber-bicara; Ares langsung memotong. “Din? Tampi asih juga lu udah ngasih gue minuman. Gue pasti bakalan minum ampe abis, tapi dibanding ke gue. Lu musti bilang tampi asih juga ke Keanu. Dia yang udah jagain lu ampe lu sadar,“ ucap Ares.
Keanu?, batin Dinda.
“Errr gitu, ya? Uhm, ntar, deh, gue ngomong sama Peanu,“ ucap Dinda.
“Kalo gitu gue duluan, ya? Gue udah ditunggu di depan,“ ucap Ares.
Dinda meraih pergelangan tangan Ares penuh harap. Ares menatap genggaman tangan Dinda pada pergelangan tangan ia sendiri—pun Dinda langsung melepas tangan ia dari sana setelah tersadar. “Jalan bareng ke depan, ya?“ ucap Dinda. Beberapa orang memilih tenggelam dalam harapan semu. Biarlah hati ini perih terasa setelah dihujani oleh sakit dari sebuah pengharapan. Dinda ingin menjadi salah satu di antara mereka. Dinda terus mengobrol ini dan itu. Ares berusaha untuk memberi tanggapan, meskipun ia tidak ingin dan merasa risih. Semoga Mas Rakha nggak cemburu, batin Ares.
Ares langsung menghampiri sang suami saat dua netra ia menangkap sosok pria ber-postur tubuh biasa-biasa saja. Rakha terlihat berisi, sebab Ares mengatur makanan ia dengan sangat baik. Benar. Ares sering memasak. Tiada satu pun dari apa yang ia buat itu gagal—apalagi sampai tidak enak hingga terbuang begitu saja. Semua terasa begitu lezat. “Sore ntar, bisa bikinin mas tempura udang, nggak? Dicocol ama saus gitu,“ ucap Rakha sembari memberi helm pada sang istri. “Bisa diatur, mas,“ sahut Ares.
Bintang itu telah bersama rembulan. Tangan ini tiada lagi mampu menggapai ia barang se-inci pun. Cuma bisa memandang ia dari tempat berdiri saat ini. Cuaca terlihat mulai mendung. Dinda harus segera ber-gegas pulang. Ares melihat Dinda ber-lari menuju parkiran. Din, maafin gue, batin Ares.
Tiba di rumah; Ares pun turun dari motor. Bagaimana diri ini bisa tega ber-paling dari istri sendiri jikalau dipandang saja Ares nampak ber-seri-seri. “Jangan liatin aku kek gitu, mas,“ ucap Ares. Dipandang seperi itu oleh suami sendiri, betapa hati ini bahagia hingga menjadi salah tingkah. “Istri mas ganteng banget,“ ucap Rakha memuji dengan tulus. Rakha pun meraih pergelangan tangan sang istri, lalu menariknya hingga membuat tubuh mereka saling ber-himpitan dalam posisi Rakha masih duduk di atas motor.
Dua tangan Ares mengusap pipi sang suami sembari menatap ia dalam-dalam diiringi lengkungan bibir nan manis se-manis buah delima. Ibarat cuma makan tahu-tempe saja tidak mengapa jikalau terus-menerus saling memandang seperti ini. “Jangan lupa tempura udang!“ ucap Rakha. “Jangan lupa juga transfer gaji mas hari ini ke rekening aku,“ ucap Ares ber-canda. Sepasang suami istri itu pun tertawa. Ares memberi satu kecupan di bibir. Ini masih jam makan siang, batin Ares. “Udah~ Mas ngantor lagi aja, ntar telat lagi,“ ucap Ares. “Ya, udah. Kalo gitu mas otw dulu, ya?“ sahut Rakha. Ares pun menganggukkan kepala.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ares [BL]
Romantizm[TAMAT] Cerita ini ngambil latar belakang Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Seumpama cerita ini nggak sesuai dengan ekspektasi kalian-atau kalian nganggep cerita ini jelek, karna banyak typo, nama tokoh ketuker, dan banyak tokoh di mana-mana. Darip...