Ares mulai memikirkan akan masa depan ia nanti saat ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang—yang lebih tinggi, yaitu perguruan tinggi. Jujur ia tidak memiliki cita-cita khusus. Entah itu menjadi seorang guru, dosen, chef, atau mungkin seorang pengacara? Hm, entahlah. Ares juga tidak mengerti. Kira-kira harus mengambil jurusan apa. Pada dasarnya ia menyukai sesuatu hal—yang berbau sosial. Ia ingin bisa menjadi seseorang—yang bisa terjun langsung ke dalam masyarakat. Bukan orang-orang kantoran dengan pakaian formal seperti setelan jas, serta sepatu pantofel.
Tiba-tiba Ares ada niatan ingin menjadi seorang tour guide. Ia pun mencoba mencari informasi seputar tour guide di internet, dan jurusan apa saja—yang mendukung profesi tersebut. Di artikel tersebut ada beberapa saran mengenai jurusan kuliah untuk menjadi seorang tour guide, seperti: geologi, ilmu kelautan, hubungan internasional, bahasa dan sastra asing, pariwisata, dan lain-lain. Dan entah mengapa hati Ares condong pada jurusan pariwisata, hingga ia pun mencoba menggali informasi berkaitan dengan jurusan tersebut.
“8 sampai 12 juta per semester?“ gumam Ares saat ia mengetahui total biaya per semester untuk S1 Pariwisata. Dan perguruan tinggi—yang menyediakan jurusan tersebut ialah STP Mataram. Kalau dari tempat tinggal Ares, berjarak sekitar 1,6KM, dan bisa ditempuh selama kurang lebih 4 menit saja dengan kendaraan roda dua. Tapi, ke mana ia harus mencari uang sebesar 12jt untuk biaya tiap semester? “Gaji Mas Rakha per bulannya 15jt. Itu pun musti dibagi lagi buat cicilan, kebutuhan bulanan, sama nabung. Plus buat uang resiko. Kalo laba bersih dari jualan siomay per bulannya sekitar 6,9jt. Kalo gue serius pengen masuk ke jurusan itu, gue musti cari tambahan lagi, biar nggak ngerepotin inak, amak, sama Mas Rakha,“ batin Ares.
“Res!“ seru Putra membuat Ares terkesiap. “Maen bola kuy,“ ucap Putra mengajak Ares bermain bola. “Gue takut diteriakin sama cewek-cewek. Ngeri cuy,“ sahut Ares percaya diri tingkat tinggi. Kalian tidak percaya? Hm, mari kita buktikan. Putra pun membujuk Ares seperti seorang anak—yang sedang membujuk ibunya untuk membelikan mainan saja. “Serius~ Gue paling gedeg kalo diteriakin cewek. Serasa jadi seleb dadakan, plus gue nggak mau bikin cewek-cewek pada sakit hati dengan fakta kalo gue udah nikah, ok?“ ucap Ares. “Kepedean lu,“ ucap Putra mencibir. “Dih, beneran. Lu saksi bisu betapa populernya gue di sekolah tau, hahahaha,“ ucap Ares bercanda.
Namun, sejurus kemudian, Ares menyetujui ajakan Putra. Ares pun berakhir dengan berdiri di tengah lapangan bersama teman-temannya yang lain. Di sana juga ada Keanu. Heh, rival sepanjang masa, adek kelas kagak ada akhlak emang, batin Ares mencibir. “Btw gue udah balikan sama Barra,“ ucap Keanu tanpa menoleh. “Gimana critanya? Jangan bilang kalo lu maksa dia trus ngancem dia gitu? Setau gue si Barra keras kepala banget. Seblas duablas lah sama lu,“ sahut Ares sarkasme. Keanu berdecih kesal. “Durasi gue lama, jadi dia puas sama servis gue,“ ucap Keanu frontal.
Saat Ares ingin berbicara lebih lanjut. Keanu malah berlari mengover bola. Nih anak kebiasaan banget kalo gue lagi kepo-keponya malah kabur, batin Ares geleng-geleng kepala. “Ares! Ares! Ares!“ teriakan dari para murid perempuan pun mulai terdengar. Nah, kalian dengar, kan? Itulah alasan Ares paling malas unjuk gigi di tengah lapangan. Nasib punya muka ganteng emang kek gini kali, ya?, batin Ares. Bugh. Ares pun mencoba menendang bola tersebut ke gawang. Tapi, bukannya masuk gawang, bola itu malah mengenai salah seorang murid perempuan yang lewat di depan kantor guru.
Ares pun langsung menghampiri perempuan tersebut. Sebut saja dia dengan nama Dinda. “Lu nggak papa?“ tanya Ares cemas. Dinda pun mendongak sedikit sembari memegang kepalanya yang terasa sedikit berdenyut. “Gu-gue nggak papa kok,“ sahut Dinda. Deg deg deg. Dinda tiba-tiba deg-degan saat ia bisa menatap wajah Ares sedekat ini. Bulu mata lentik, hidung kecil, bibir kecil namun sedikit bervolume, dan atletis. Ugh, ga-ganteng banget, sih?, batin Dinda. Semburat merah muncul di kedua pipinya. Dinda tersipu malu dan salah tingkah. “Lu seriusan nggak papa? Sorry banget gue beneran nggak sengaja, Din,“ ucap Ares. Ares benar-benar merasa bersalah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ares [BL]
Romantik[TAMAT] Cerita ini ngambil latar belakang Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Seumpama cerita ini nggak sesuai dengan ekspektasi kalian-atau kalian nganggep cerita ini jelek, karna banyak typo, nama tokoh ketuker, dan banyak tokoh di mana-mana. Darip...