ARES 14

1.9K 171 2
                                    

“Masuk.“ seru Rakha membuka pintu sambil menenteng plastik belanjaan. Ares pun masuk ke dalam. Ini pertama kalinya ia berkunjung ke rumah Rakha. Hunian milik Rakha memang tidak terlalu besar. Namun, sangat nyaman untuk ditinggali.

Rakha menggantung jaketnya di dekat ruang tamu. Disana terdapat gantungan baju khusus. Ia pun duduk di sofa. Ares masih berdiri sambil meneliti seisi rumah. Rakha terkekeh pelan. “Gitu amat liatin rumah kakak. Biasa aja kali Ares.“ celetuk Rakha.

“Eh? Uhm.. Ma-maaf kak..“ ucap Ares merasa tidak enak. Ugh, ini pertama kalinya Ares kesini. Duh lancang banget lu Res Res, batin Ares. “Kok berdiri mulu sih? Duduk Res.“ ucap Rakha mempersilahkan Ares untuk duduk.

“Istri sama anak kakak nggak ada disini.“ ucap Rakha tersenyum tipis. “Mereka di rumah mertua kakak.“ ucap Rakha. Rakha tidak ingin Ares membaca kesedihan yang ia rasa. Rakha berusaha kuat. “Oh~“ sahut Ares beroh ria saja. Ia pun duduk di samping Rakha.

“Oh iya Ares..“ seru Rakha menoleh ke samping. “Bisa nginep disini nggak temenin kakak?“ ucap Rakha. Malam ini Rakha ingin sekali ditemani oleh siapa saja. Kebetulan ada Ares disini. Rakha pun akhirnya meminta Ares untuk menginap disini. Setidaknya dengan kehadiran seorang teman akan membuat pikiran Rakha sedikit tenang.

Ares bingung. Ia terlihat berpikir. Menginap ya? Duh, gimana ya?, batin Ares. Ini bukan masalah ia harus menginap disini atau tidak, melainkan sekotak martabak yang sudah ia beli tadi. “Trus gimana dong?“ batin Ares. Niat hati ingin membelikan kedua adiknya martabak. Tapi, kalau Ares menginap disini? Batal sudah makan martabak bersamanya.

“Kenapa? Nggak bisa?“

“Uhm.. Bukannya gitu kak.. Itu.. Soalnya tadi saya beli martabak buat adek-adek saya, kalo saya nginep disini trus martabaknya mau diapain?“

Bagi Rakha martabak telor seharga 40rb mungkin bukanlah apa-apa. Tapi, bagi Ares ini adalah nikmat yang luar biasa. Tentu dilihat dari ekonomi Ares, ia tidaklah mampu membeli martabak telor itulah sesering orang-orang di luar sana.

Rakha berpikir. Bagaimana cara supaya ia sendiri ada yang menemani tanpa membebani Ares? “Ah..“ gumam Rakha. Ide brilian pun muncul di kepalanya. “Gimana kalo kakak nginep di rumah kamu?“

“Hah?“ seru Ares terkejut. Menginap di rumah Ares? Rumah Ares sempit. Sedangkan rumah Rakha cukup besar dan nyaman. Ugh, Ares tidak mau Rakha bergadang karena mungkin akan merasa sumpek disana.

“Nggak papa nih kak? Rumah saya sempit banget loh kak?“

Rakha terkekeh. Rupanya Ares mencemaskan hal itu. “Trus emangnya kenapa kalo rumah kamu sempit? Masih bisa nampung orang lagi, kan?“ sahut Rakha merasa lucu dengan pemikiran Ares.

“Serius kak~“

“Ya kakak juga serius. Udah gini aja intinya kakak nginep di rumah kamu. Bentar kakak ambil baju dulu.“

Setelah mengambil beberapa lembar pakaian, akhirnya Ares dan Rakha pun berangkat. Kali ini Rakha yang menyetir, meskipun Ares bersikeras ingin menggantikan Rakha. “Tangannya masukin aja ke saku jaket kakak dek biar anget.“ ucap Rakha ketika melihat Ares nampak kedinginan dari kaca spion. Ares pun menuruti perintah Rakha. Ugh, angin malam memang sangat menusuk kulit. Beruntung kedua tangan Ares kini berada di kedua sisi saku jaket Rakha, sehingga Ares tidak terlalu kedinginan.

Entah mengapa Ares tidak hanya merasa nyaman karena kini tangannya sedikit lebih hangat. Ia juga merasa nyaman dalam hal yang ia sendiri tidak mampu jelaskan. Ia pun otomatis meletakkan dagunya di pundak Rakha. Ia pejamkan mata menikmati semilir angin malam yang menerpa kulit wajahnya. Rakha tersenyum samar. Rakha berpikir kalau Ares sudah mengantuk, sehingga ia pun semakin melajukan motornya.

Ares [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang