Irfan termenung di kursi tunggu rumah sakit. Ia memucat. Setega itukah Ami kepada dirinya? Bagaimana bisa? Hah, Irfan menghela nafas berat. Kepala Irfan juga mulai terasa berat. Darren dan Edgar pun berjalan dengan cepat menghampiri Irfan. Di sana juga ada Dzafina, Diomira, dan Budi. Darren pun melempar sebuah map ke Irfan. Darren tidak perduli mau Irfan bagaimana. Dia harus mengetahui semuanya. “Kamu selalu ngelakuin kesalahan yang sama, dan nggak pernah mau dengerin orang lain. Baca dan liat baik-baik,“ ucap Darren.
“Darren,“ seru Diomira mencoba menahan Darren. Irfan sedang tidak baik-baik saja. “Jangan manjain Irfan, ma. Biarin dia atasin semua masalah dia sendiri,“ ucap Darren dingin. Irfan pun mengambil map tersebut, lalu membukanya. Di sana terdapat beberapa foto, dan data seseorang. Tangan Irfan bergetar saat melihat lampiran foto—serta fakta tentang Ami, dan kejahatan yang dia lakukan. Dia pernah mau bunuh saudara tiri dia sendiri? Lalu, menyekap Astrid hingga Astrid mengidap gangguan jiwa?, batin Irfan. “Peringatan buat kamu, Irfan. Jangan pernah ngambil keputusan sendiri. Kamu masih punya keluarga buat diajak diskusi. Kecuali kamu udah nggak butuh keluarga lagi,“ ucap Darren sarkasme.
Darren tidak bermaksud untuk tidak memahami situasi yang ada. Dia cuma tidak ingin; Irfan terus berada dalam lingkaran—yang di mana dia cuma ingin berbuat semaunya. Darren ingin Irfan sadar, bahwa perempuan seperti Ami tidak pantas untuknya, dan akan memberikan pengaruh buruk. Entah itu kepada dirinya sendiri ataupun keluarga. Irfan pun tersenyum pahit sembari meremas foto-foto tersebut hingga tak berbentuk. Dia marah. Sangat marah.
“Edgar,“ seru Darren. Darren memberikan isyarat kepada Edgar untuk segera menemui Yudi di kediaman istri kedua. Edgar pun menganggukkan kepala paham, lalu berpamitan, karna ingin pergi ke suatu tempat. Darren menatap Irfan. Irfan terlihat sangat hancur sehancur-hancurnya. Lalu, ia pun berdiri. “Mau ke mana, Fan?“ tanya Diomira. “Mau keluar bentar,“ sahut Irfan tidak bersemangat. Diomira langsung melemparkan pandangannya ke Darren. Paham akan maksud dari tatapan sang ibu mertua; Darren pun mengikuti Irfan dari belakang.
Hah, rupanya Irfan mencari smoking area. Saat ia menemukan tempat tersebut; ia pun langsung masuk ke dalam—pun Darren. Darren dan Irfan duduk bersebelahan. Irfan tidak perduli. Dia cuma ingin menghilangkan penat saja dengan merokok. “Irfan,“ seru Darren. “Jadiin ini pelajaran hidup buat kamu. Om punya pengalaman hidup lebih banyak dari kamu. Udah ribuan orang bahkan lebih yang udah om temuin. Kamu itu masa depan Sangadji. Sangadji butuh pemimpin yang kritis dan tajam. Dan apa yang kamu rasain sekarang itu cuma sehujung kuku aja. Itu masih belum sebanding dengan apa yang om rasain di masa lalu,“ ucap Darren panjang lebar.
“Om pasti nganggep aku lebih cetek dari anak kecil, kan? Padahal aku udah 27 hahaha. Trus nggak pantes pimpin Sangadji,“ ucap Irfan. Sebuah tawa yang terlihat sangat pahit. “Nggak, kamu tetep Irfan yang om kenal, kamu tetep Irfan nya Sangadji. Nggak ada yang berubah. Kamu cuma salah ambil keputusan aja. Om udah bilang berkali-kali. Jangan pernah lupain keluarga sendiri saat kamu mau ambil keputusan apapun,“ ucap Darren menasihati. “Om, aku harus apa sekarang? Jujur kepala aku udah buntu banget,“ ucap Irfan sekaligus bertanya. “Pertanyaannya kamu bakalan dengerin om ato nggak?“ tanya Darren. Irfan pun menoleh. Suasana jadi hening sebentar. “Tolongin aku om,“ ucap Irfan. Benar. Irfan sudah mencapai batas. Ia terlalu buntu untuk memikirkan jalan keluar. Semoga ini adalah terakhir kalinya ia merasakan pahitnya sebuah pernikahan.
Edgar pun bertamu di rumah Alena. Di sana juga ada Deon. Tapi, kali ini niatan Edgar bukanlah untuk menemui Deon, melainkan karna urusan tuannya. Itulah mengapa; Edgar cuma menoleh saja ke Deon tanpa ekspresi apapun. Deon sempat bingung mengapa Edgar bisa secuek itu. Dia keliatan lagi serius banget, batin Deon. “Pak Yudi nya ada?“ tanya Edgar. “Ada, tunggu aja, ya? Bentar lagi ke sini kok,“ sahut Alena. Setelah Yudi ikut duduk berkumpul di ruang tamu. Edgar pun mulai menyampaikan maksud kedatangannya kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ares [BL]
Romance[TAMAT] Cerita ini ngambil latar belakang Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Seumpama cerita ini nggak sesuai dengan ekspektasi kalian-atau kalian nganggep cerita ini jelek, karna banyak typo, nama tokoh ketuker, dan banyak tokoh di mana-mana. Darip...