ARES 77

770 64 18
                                    

Beberapa tahun tiada ber-sua. Suara asing itu terdengar seperti iring-iringan petir di siang hari. Hadir ia membuat galau di hati setelah bahagia menghiasi. Bagai bunga-bunga di tepi jalan diinjak oleh orang-orang ber-dasi. Lintang Saputra. Orang seperti dia; siapa mampu menduga dan mengira? Semua orang memandang ia hebat. Pria dengan tinggi 190cm itu pun turun dari burung besi—pun disambut oleh beberapa orang penting. Ia lah Lintang Saputra.

Tampang ia berubah menjadi dingin setelah pria itu turun, dan tepat berada di dekat ia. Sorot mata pria itu sudah sangat jauh berbeda. Tiada lagi teduh serta hangat pada dua netra ia. Lintang terlihat jauh lebih misterius, dan ber-darah dingin. “Keanu,“ gumam Lintang. Sungguh rindu di hati telah menghujam terlalu dalam. Keanu tertegun. Sorot mata se-dingin es serta se-ganas se-ekor singa itu tiba-tiba berubah menjadi teduh dan hangat setelah bibir itu menyebut nama ia.

“Tolong bantu dorong kursi roda abang,“ ucap Lintang.

Eric sebagai bodyguard baru itu pun menepi; membiarkan Keanu menggantikan diri ia. Di saat semua orang mengenakan stelan formal; Keanu mengenakan kaos hitam, lalu dilapisi oleh hoodie abu-abu, serta jaket jeans. Lalu, celana hitam, serta sepatu dengan warna se-nada. Surai rambut ia begitu panjang hingga menyentuh pundak. Leher ia juga dihiasi oleh tato kontemporer. Keanu memang sangat suka sekali terlihat seperti pria nakal di mata orang lain, karna menurut ia, cuma di saat seperti itu lah; ia jadi terlihat lebih tampan dan berani. Orang bilang, keren!

Dua pemuda itu saling mengobrol satu sama lain. Eric sebagai pendengar seolah mampu merasakan aura di antara dua pemuda di hadapan ia saat ini. Bagai api ber-temu api. Bagai dua arah mata angin saling ber-temu, dan membentuk pusaran di tengah laut. Lintang dan Keanu seolah siap ber-tarung kapanpun. Keanu memang masih muda. Sebagian orang mungkin menganggap remeh pemuda belasan tahun itu, tetapi tidak bagi Eric. Entah mengapa; Eric merasa Keanu itu se-buas Lintang Saputra, se-ganas Darren Scott, dan se-ber-bisa Edgar Smith.

“Jangan pernah tenggelam dalam rasa ber-salah—atau perlahan-lahan rasa bersalah itu bisa ngebunuh kamu tanpa kamu sadari. Tebus rasa ber-salah itu dengan tetap berbuat baik, tetapi jangan ampe kamu keliatan lemah, sebab kita nggak tau senjata apa yang ada di tangan musuh kita sendiri.“ ucap Lingga.

Se-baris ucapan lama itu terngiang lagi di benak Keanu. Benar. Jangan sampai ia terlihat lemah cuma gara-gara hadir ia, Lintang Saputra. Gue nggak akan biarin lu ngancurin hidup gue, bang, batin Keanu. Eric mengerling sedikit. Sorot mata tajam Keanu terlihat sangat mengerikan. Bar, gue nggak akan ber-belas kasih sama siapapun yang nyoba ngelukain lu termasuk Bang Lintang, batin Keanu. Tepat saat ia tiba di depan deretan mobil hitam dengan harga se-langit itu; Lintang pun menoleh, dan berkata, “Inu? Tolong temenin abang makan malem ini. Bisa?“ ucap Lintang. Keanu termangu sebentar. Jujur se-isi kepala ia saat ini dipenuhi oleh bayang-bayang Barra.

“Bisa, tapi gue nggak bisa sendirian,“ ucap Keanu. Lintang mengerutkan alis. “Gue musti pergi bareng ama Barra,“ ucap Keanu lagi. Barra?, batin Lintang. “Jangan lupa ajakin Om Lingga sama Tante Hanna,“ ucap Lintang lagi—pun masuk ke dalam. Daripada ia harus dibakar oleh api cemburu, lebih baik ia mengalah saja, dan mengajak orang tua Keanu untuk turut serta. “Ntar abang share lock,“ ucap Lintang. Tiba-tiba dua netra ia mengerling pada jari manis Keanu. Cincin?, batin Lintang. “Sampai ketemu nanti malem, Inu,“ ucap Lintang. Keanu diam tanpa memberi tanggapan apapun.

Suasana di perpus begitu sangat ramai. Sebentar lagi sudah mendekati ujian semester ganjil. Itulah mengapa para penuntut ilmu ber-bondong-bondong menghabiskan waktu di sini. Sebagian memang benar-benar ber-niat ingin belajar, dan sebagian lagi cuma ingin sekedar tidur—atau ber-selfie ria sana dan sini. Barra? Siapa bilang dia berada di tempat ini cuma saat ujian hendak tiba saja? Demi apapun; dia selalu berada di sini hampir setiap hari; ber-jam-jam di antara tumpukan buku-buku tebal.

Ares [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang