ARES 60

927 68 0
                                    

Pada minggu pertama Irfan tinggal di San Fransisco. Dia mulai membiasakan diri untuk latihan fisik secara rutin di tempat fitness langganan Darren, di Fitness SF, di Brannan St. Darren lah yang mengatur semua jadwal latihan Irfan. Kata Darren, Irfan harus terbiasa dulu latihan fisik dengan berbagai macam jenis alat fitness selama satu bulan ke depan, barulah nanti dibarengi dengan latihan bela diri. Kalian tau? Dalam satu minggu; Irfan harus olahraga selama 150 menit: tidak lebih dan tidak kurang. Senin sampai kamis; setidaknya Irfan akan menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit setiap harinya.

Darren bahkan secara langsung menjadi instruktur pribadi untuk Irfan. Kata Darren, toh yang diajarkan oleh instruktur fitness sama saja dengan apa yang biasa ia pelajari. Jadi, buat apa mencari instruktur lain? Sementara Darren saja lumayan paham dengan dunia fitness? Benar, kan? “Irfan, atur nafas,“ ucap Darren. Saat ini Irfan sedang latihan otot dada dengan Cable Cross-Over—yang di mana Irfan menarik pegangan dari alat ini dari bawah ke atas. Darren berkali-kali menegur Irfan untuk bisa mengatur nafas dengan baik.

Setelah 15 menit latihan dengan Cable Cross-Over. Irfan melanjutkan latihan dengan Dumbbell selama 15 menit jua. Irfan terengah-engah. “Air,“ gumam Irfan. Darren tidak lantas langsung memberikan air mineral kepada Irfan. “Jangan minum dulu. Tunggu ampe nafas kamu stabil, baru minum,“ ucap Darren. Karna minum air putih sesaat setelah olahraga malah akan membuat jantung berpacu. Itulah mengapa Darren meminta Irfan untuk diam sebentar; menstabilkan nafas. Dari fisik yang kuat lahirlah jiwa yang kuat dan penuh tekad. Itulah yang selalu Darren katakan kepada Irfan.

Irfan terdiam sambil memandangi menu sarapan di atas meja. “Om, aku itu manusia,“ ucap Irfan. Darren pun menatap Irfan datar. “Emangnya siapa yang bilang kalo kamu itu jin, setan, ato hewan?“ ucap Darren sarkasme sambil menyantap oatmeal. Kalian tau kenapa Irfan berkata seperti itu? Itu karna ia masih belum terbiasa dengan gaya hidup sehat—yang diterapkan oleh Darren kepada dirinya. Lihatlah 1½ porsi oatmeal, lima butir putih telur, dan satu biji pisang yang ada di hadapannya saat ini. Irfan berpendapat bahwa itu bukanlah makanan manusia.

Bagaimana bisa aku makan makanan aneh kek gini?, batin Irfan. “Fish tacos lebih enak,“ ucap Irfan. “Irfan, mau kamu olahraga seumur hidup nonstop, tapi makanan kamu sendiri nggak dijaga, sama aja boong,“ ucap Darren. Sarah pun datang menghampiri sembari menggendong Bella. Bella tertidur dalam gendongan Sarah. “Tadi mama bikin Pho. Kalo Irfan mau makan makan aja nggak papa,“ ucap Sarah. Pho adalah makanan khas California—yang berasal dari Vietnam. Pho adalah sop mie—yang terbuat dari daging atau ayam—yang kemudian diolah lagi dengan campuran basil, lime, dan lain-lain sehingga menciptakan citarasa yang beragam dalam satu suapan.

“Jangan,“ ucap Darren dingin dan menatap Irfan dengan tatapan nan tajam dan mengintimidasi. “Berani kamu nyentuh Pho buat ngeganjel perut kamu. Om beneran bakalan lepas tangan, Irfan,“ ucap Darren mengancam. Duh, ya ampun, ngidam apa aku dulu ampe punya anak kok serem kek gini? Jangan ampe deh Jayden gedenya kek dia. Bisa-bisa cewek-cewek pada kabur lagi, batin Sarah. Sarah pun ke teras belakang. “Jangan seriusan gitu napa? Telinga aku masih berfungsi dengan baik, Om Darren tercinta,“ sahut Irfan dengan tatapan remeh. Irfan pun berusaha menghabiskan oatmeal, telur, dan pisang. Hampir saja ia ingin muntah. Namun, ia mencoba menahannya sekuat tenaga hingga tetes terakhir. Gue pasti bisa!, batin Irfan.

Eric menunggu di luar ruangan saja. Ia duduk di sana sambil memikirkan banyak hal. Ingin ia masuk ke dalam, dan ikut menyapa. Tapi, entah mengapa, seperti ada sesuatu di dalam dirinya yang melarangnya untuk masuk ke dalam. Ia takut akan merusak suasana haru dan bahagia antara Durahman, sang adik, dan sang ibu. Benar. Ia merasa tidak pantas berada di tengah-tengah mereka. Betapa bahagia orang yang masih memiliki keluarga, batin Eric tersenyum pahit.

Sreet. Seseorang membuka pintu ruangan ibu Durahman. Dia adalah Tiara, adik perempuan Durahman. “Kak Eric?“ seru Tiara. Eric pun menoleh, lalu berdiri. “Kenapa? Ibu kamu nggak kenapa-napa, kan?“ cerca Eric cemas. Eric berpikir telah terjadi sesuatu kepada Ajeng, karna Tiara tiba-tiba memanggil dirinya. Tiara pun menyunggingkan senyum terbaik. “Bunda mau ngomong sama kakak, makanya aku manggil kakak. Uhm, maaf ya, kak? Kalo aku bikin kakak kaget,“ ucap Tiara diiringi permintaan maaf.

Ares [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang