ARES 69

952 56 17
                                    

Tubuh Irfan sangat lemas. Darren benar-benar membuat dirinya tidak bisa bangun dari kasur. Tadi malam saja sudah berhubungan i n t i m selama tiga r o n d e. Lalu, pagi ini melakukannya lagi selama dua r o n d e atau setara dengan 88 menit. Bisa kalian bayangkan; betapa letihnya Irfan? Ini sudah jam sebelas siang; hampir jam dua belas malah. Tapi, Irfan masih saja terbaring di atas kasur. “Irfan? Bangun dulu, makan,“ ucap Darren lemah lembut. Ia usap surai rambut Irfan dengan lembut. “Hm? Lemes,“ gumam Irfan.

Irfan sama sekali tidak berbohong. Seluruh badan serasa seperti habis dipukuli. Padahal dalam hati; Irfan merasa tidak enak kepada Jim dan Sarah, karna dirinya belum keluar kamar sama sekali. “Haha,“ Darren malah tertawa. “Tunggu bentar, biar aku ambilin makanan buat kamu,“ ucap Darren. Darren pun keluar kamar, lalu menuju dapur. Kebetulan di sana juga ada Jim sedang minum air putih. “Kamu ganas banget ampe bikin dia nggak keluar kamar?“ ucap Jim menohok. Ehem, Darren pun berdehem. Jim geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang putera, lalu ia pun meninggalkan Darren ke depan.

Sreet. Pintu kamar pun terbuka dengan Darren—yang membawakan sepiring nasi dan segelas air putih beserta vitamin. “Fan? Bangun dulu senderan,“ seru Darren. Irfan pun berusaha bangun pelan-pelan, lalu senderan di head board. Ia ambil satu bantal untuk mengganjal p i n g g u l di sebelah kiri. Kedua alis Irfan berkerut menahan perih. “Kenapa?“ tanya Darren. “Perih,“ sahut Irfan. “Maafin mas, ya? Mas nggak bisa kontrol diri kemaren sama pagi ini. Kamu makan dulu, biar mas suapin kamu,“ ucap Darren.

Irfan selalu berusaha mencoba menghindari tatapan Darren. Berhadapan dengan Darren; membuat wajahnya memerah selalu. Uh, deg-degan, batin Irfan. Darren pun mulai menyuapi Irfan. Ia tersenyum melihat Irfan menghindari tatapan matanya, karna tersipu malu. “Kamu nggak ngantor?“ tanya Irfan setelah selesai makan. “Hari ini libur dulu jagain kamu,“ sahut Darren. Jagain aku?, batin Irfan. Irfan merasa tubuhnya agak lengket. Ini sudah siang, dan ia masih belum mandi jua. Irfan pun berusaha bangun dari atas ranjang. “Ssst ugh,“ Irfan meringis. “Mau ke mana?“ tanya Darren cemas. Seperih dan sesakit itukah?, batin Darren.

“Mau mandi,“ sahut Irfan bertumpu pada lengan Darren. Sejurus kemudian; Darren pun menggendong Irfan menuju kamar mandi. Irfan d i m a n d i k a n oleh Darren dalam keadaan berdiri. Irfan meletakkan kedua tangannya di pundak Darren; demi menahan rasa perih; terlebih saat terkena air. Darren tidak tega melihat Irfan sesekali meringis. Ia pun m e n g e c u p bibir Irfan. Semoga c i u m a n ini membuat Irfan cepat pulih. “Mas nggak bakalan ngapa-ngapain kamu selama satu minggu ini, Irfan,“ ucap Darren. Irfan pun menganggukkan kepala pelan.

Setelah diolesi salep, rasanya jadi lebih baik daripada tadi. Irfan jadi bisa berjalan, meskipun pelan. Uh, di luar juga ada Jim dan Sarah. Serius malu banget jalan kek kura-kura gini. Tapi, mau gimana lagi? Jalan cepet-cepet malah bikin makin perih, batin Irfan. Jim dan Sarah tersenyum penuh arti. Irfan tau apa yang sedang mereka pikirkan. “Sabar ya, nak? Orang barat itu s t a m i n a nya emang di atas rata-rata hahaha,“ goda Jim. Irfan pun tersenyum kaku. “Pa~“ tegur Darren.

“Maaf ya, Irfan? Papa cuma becanda doang hehe,“

“Nggak papa kok,“

Irfan jadi tidak aneh. Ia beranggapan bahwa Jim telah tersinggung atas sikapnya barusan. Tapi, sebenarnya tidak sama sekali. “Irfan.. Kamu tau nggak? Dulu pas awal-awal nikah sama Papanya Darren tuh, aduh mama ampe nggak bisa bangun asli. Mau ke mana-mana naik kursi roda ckckck,“ ucap Sarah. Jim diam sambil berdehem. Semua orang pun tertawa. Darren pun duduk di sebelah Irfan sambil menyuapi Irfan buah-buahan penambah s t a m i n a, seperti: pisang, alpukat, dan apel. “Sini mas, aku bisa makan sendiri,“ ucap Irfan mengambil piring itu dari tangan Darren.

Darren pun berinisiatif memijit pundak Irfan. “Mas,“ seru Irfan menolak untuk dipijit. Dasar Darren, masa di hadapan ortu sendiri malah mijitin aku, sih?, batin Irfan. “Biar pegelnya cepet ilang trus bisa tempur lagi,“ goda Darren berbisik. Irfan pun menyikut perut Darren pelan. “Kalian nggak ada rencana buat liburan ke mana gitu? Mumpung masih di San Francisco? Ntar kalo udah balik ke Indo lagi, paling-paling sibuk ngantor,“ ucap Sarah sekaligus bertanya. Irfan langsung menggelengkan kepala dengan cepat. “Di rumah aja aku udah capek banget, ma. Nggak tau gimana jadinya misal ditambah sama liburan berdua. Duh, nggak deh nggak,“ sahut Irfan merasa ngeri.

Ares [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang