ARES 75

904 72 50
                                    

Seorang istri barulah disebut istri jikalau taat pada suami. Sebentar lagi peringatan satu tahun pernikahan, tetapi ia masih saja selalu tersipu, dan deg-degan tiap kali berada di dekat sang suami, Rakhha. Suara ia se-merdu alunan lagu. Paras ia se-indah rembulan. Perangai ia se-jernih air di lautan. Sempurna? Sempurna itu tiada di mata para pembenci, tetapi di mata para pecinta terlebih di mata Ares, sang istri; Rakha lebih dari sempurna. Cinta membuat semua celah, dan noda dalam diri ia tertutup dengan sempurna. Hm, suami-istri itu memang harus saling melengkapi, bukan?

Setelah menikah, seluruh rutinitas sehari-hari berubah seratus delapan puluh derajat. Dulu, ia cuma tau bagaimana mempersiapkan bahan-bahan untuk ber-jualan siomay, tetapi sekarang semua itu telah jauh berbeda. Ia harus bangun dari lelap tiap sebelum subuh, lalu mengerjakan rutinitas baru seperti: mencuci, menyapu, mengepel, dan memasak. Belum lagi hal-hal lain seperti: membuat sarapan, dan menyiapkan keperluan suami untuk bekerja. Sudah lelah—pun ditambah ia harus mengomel pada sang suami—yang terkadang bangun kesiangan atau menaruh baju, dan celana sembarangan.

“Huft, lengkap sudah,“ gumam Ares diiringi suara helaan nafas.

“Pagi istriku ter-cintaaaaa muach,“ seru Rakha sembari mendekap tubuh sang istri dari belakang, lalu ia beri kecupan manis di pipi.

Saat ini; Ares tengah membuat hidangan soto. Cuaca agak mendung. Jadi, ini lah saat-saat yang pas untuk menikmati sesuatu yang hangat-hangat. “Jangan lupa pake jaket, mas, misal mau otw kerja. Ntar masuk angin,“ ucap Ares. Paha usil dengan menggesek-gesekkan si jagoan di permukaan buah peach Ares. “Jangan usil, deh, mas. Udah mau ngantor. Tar malah tegang lagi, aku juga mau sekolah, jadi nggak bisa ngasih jatah pagi-pagi,“ ucap Ares sembari mematikan kompor.

“Eh, dek,“

“Hm?“

“Inget sama Mba Tere, nggak?“

“Inget,“

“Jadi, gini. Mas, Mba Tere, trus sama rekan kerja mas yang lain pengen ngumpul barbeque-an gitu,“

“Trus?“

“Barbeque-an di rumah kita aja boleh, nggak? Tau sendiri mas tuh nggak terlalu suka ngumpul-ngumpul di luar kecuali ber-dua sama kamu,“

“Boleh~ Mas atur aja, biar aku yang siapin nanti,“

Ares dan Rakha pun sarapan dengan lahap dan tenang. Suasana hangat di pagi hari ini, siapapun pasti akan mengira, “Oh! Betapa harmonis rumah tangga kalian ber-dua!“. Padahal hampir setiap hari ada saja hal-hal sepele—yang membuat Ares dan Rakha sering berantem hingga adu-mulut. Sepasang suami-istri itu pasti saling melempar sindiran tiap kali ber-sitegang. “Tenang aja, sayang. Semua udah ada pasangan plus ada yang udah nikah, dan punya anak juga hehe,“ ucap Rakha. “Hm,“ sahut Ares singkat. Sisi lain dari Ares selain perfeksionis ialah cuek. Rakha mau marah bagaimana? Begitulah adanya sang istri ter-cinta.

Tiba di area sekolah; Rakha biasa memarkirkan motor agak lebih jauh sedikit sehingga ia bisa ber-mesraan, dan ber-canda dengan sang istri. Ares turun dari motor—pun mengobrol dengan sang suami sambil ber-pegang-an tangan. “Dek, bibir kamu,“ ucap Rakha. Ares pun mengerutkan alis. “Bibir aku kenapa?“ tanya Ares. “Siniin dulu bibir kamu,“ ucap Rakha lagi. Di saat Ares menuruti permintaan Rakha tuk semakin mendekat; di saat itulah ia mengaduh, lantaran Rakha mencium diri ia tiba-tiba dalam posisi Rakha masih mengenakan helm sehingga dahi Ares harus ber-benturan dengan helm itu.

“Ih, mas! Paan, sih!“ gumam Ares sebal sembari mengusap dahi ia. “Cium kamu lah,“ sahut Rakha tanpa merasa ber-dosa sama sekali. “Iya, tau, tapi lepas dulu helm-nya!“ ucap Ares. Ia benar-benar sangat sebal, lalu ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam setelah mencium tangan serta pipi sang suami. “Eh, matanya jangan jelalatan,“ ucap Rakha mengulum senyum. Ares mendengus.

Ares [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang