Suasana rumah mulai ramai. Para tamu juga sudah mulai ber-datangan. Suasana hati ia saat ini memang lah sedang gundah gulana setelah diterpa badai perselisihan, tetapi demi rasa hormat, sopan, dan santun; bibir ia selalu tersungging indah dan ramah. Di sana juga ada Tere, dan Dina bersama dengan sang suami dan seorang putera ber-usia empat tahun-an ber-nama Danu. Ares berusaha se-bisa mungkin menghindari percakapan dengan sang suami, tetapi jangan sampai bara api dalam dada terlihat oleh ber-pasang-pasang mata di hadapan ia.
Dua buah alat panggang barbeque pun telah siap ditemani oleh dua botol cocacola satu liter. “Udah lama nggak ngumpul-ngumpul kek gini gue,“ ucap Tere sembari menaruh tas di sebelah. “Tolong ambilin saus barbeque di kulkas, ya, mas,“ ucap Ares. Sorot mata ia masih terlihat datar—pun tiada semangat membara seperti biasa. Rakha merasa aneh oleh puas daripada sinar dua netra sang istri. Pasti masih jengkel, batin Rakha. Ia melihat Ares langsung membuang muka setelah ber-ucap se-patah dua patah kata. Rakha pun segera menuju dapur.
Rakha tertegun melihat se-isi lemari es. Semua tertata dengan sangat rapi. Ares pasti ngeluarin banyak usaha buat nata ini semua?, batin Rakha. Se-cercah rasa ber-salah itu mulai hinggap di hati. Seluruh area dapur juga bersih dan rapi sehingga cuma tercium aroma segar tanpa bau-bau aneh sedikit pun. “Dek? Ini saus-nya,“ ucap Rakha sembari memberi se-botol saus itu pada Ares. Ares pun mengucap terima kasih. Barbequ-an pun dimulai.
Dina ber-bagi cerita jikalau ada saudara jauh ia—yang juga menikahi seorang pemuda alias se-jenis. Ares tertegun mendengar cerita itu. Sembari membantu memanggang daging; ia juga mendengar, serta ikut memberi tanggapan atas cerita tersebut. “Sering pulang jengukin keluarga di sini, nggak, mba? Biasa pulang berapa bulan sekali?“ tanya Ares sembari memberi irisan daging itu di piring Rakha. Bagaimanapun Rakha adalah suami ia sendiri. Ares memang marah, tetapi ia tidak bisa berhenti tuk memberi secuil perhatian, dan diam adalah satu-satunya cara untuk membuat sang suami mengerti.
“Tergantung dia-nya sibuk ato nggak, sih, Res. Paling nunggu suami dia ada libur gitu,“
“Hm, gitu. Trus, dari keluarga terutama orang tua sendiri ampe bisa yakin dan ngasih restu itu gimana, mba? Secara hubungan se-jenis kan tabu banget?“
“Papa sama mama dia udah marah banget. Beneran marah gitu, lho, Res. Dia ampe dipukul ama rotan, tapi dia nggak ini, maksudnya nggak goyah gitu. Si suami dia dulu juga tiap hari ke rumah. Nggak dibukain pintu pun rela duduk-berdiri ber-jam-jam di depan rumah,“
Dina memberi jamur matang pada sang putera, Danu. Danu melahap jamur itu dengan sangat lahap, karna memang dia begitu menyukai jamur. Ares terlihat diam, dan tidak banyak bicara. Sedari tadi ia cuma mengobrol, entah dengan Dina, Dapa, Danu, atau Tere, tetapi tidak dengan sang suami. Hal itu langsung disadari oleh Tere. Pasti lagi berantem nih dua orang, batin Tere.
Se-usai barbeque-an; Ares dan Dina mencuci piring bersama di dapur. Tere bermain dengan Danu sedangkan Paha saling mengobrol, dan ber-tukar cerita dengan Dapa. Ares memang terlihat sumringah, tetapi sunggingan bibir ia terlihat begitu getir di mata Dina. “Tau, nggak, Res? Mba sama Mas Dapa itu baru punya anak setelah lima taun nikah. Udah nggak keitung lagi orang-orang yang ngatain mba ini itu tuh se-gimana. Duh, ampe sama suami sendiri aja mba omelin, trus ujung-ujungnya berantem, deh. Semakin kita lama nikah tuh semakin banyak ujian, plus ditambah rasa bosen. Hm, kalo nggak pinter-pinter kita mah bisa ambyar, Res,“ ucap Dina ber-cerita. Dina berharap; Ares bisa belajar dari cerita ia tadi.
“Udah sepuluh taun-an nikah pun tetep mesra banget, ya, mba?“ ucap Ares ber-komentar. Dina pun menoleh. “Siapa bilang? Sering berantem mba mah. Suami mba tuh kalo udah marah tuh ngeri minta ampun. Mba nih, kalo nggak teriak dia nggak bakalan berenti,“ sahut Dina. Ares termangu. Ares sendiri langsung saling diam-diaman setelah bertengkar hebat tadi sore. Satu pun tidak ada yang mengalah—atau memulai obrolan lebih dulu. Dua sisi sama-sama menjadi api. Cerita dari Dina barusan membuat Ares tertegun. Sepuluh tahun pun masih tetap begitu mesra? Lalu, bagaimana dengan aku yang baru setahun-an ini?, batin Ares.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ares [BL]
Romance[TAMAT] Cerita ini ngambil latar belakang Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Seumpama cerita ini nggak sesuai dengan ekspektasi kalian-atau kalian nganggep cerita ini jelek, karna banyak typo, nama tokoh ketuker, dan banyak tokoh di mana-mana. Darip...