ARES 35

1.3K 93 4
                                    

“Jangan diliatin mulu,“ goda Camilla. Ia lihat sedari tadi Rakha diam saja sambil mata tidak lepas untuk terus memandang Ares. Secinta dan sesayang itu Rakha kepada Ares. Hubungan mereka memang tidak dibenarkan oleh negara—ataupun agama. Namun, hanya diakui oleh adat istiadat saja. Lagi, bukankah setiap orang memiliki cara masing-masing untuk bahagia?

Bersama Rakha, Camilla melihat senyuman Ares yang tidak selebar biasanya. Bersama Rakha, Camilla melihat Ares jauh lebih bersemangat menjalani hidup. “Rakha, ibu mau keluar dulu sebentar, ya? Mau ke pasar biasa hehe,“ ucap Camilla. Rakha pun tersenyum sembari menganggukkan kepala pelan.

Sebentar lagi Rakha akan menggenggam tangan ini seumur hidup sampai tua dan hingga maut memisahkan. Rakha memainkan rambut Ares pelan. Hah, Rakha baru teringat akan satu hal, Rakha belum mengatakan hal ini pada Yudi sama sekali. Sepertinya Rakha harus segera bertemu dengan Yudi, ayah mertuanya dulu. Dan mencari waktu yang pas untuk itu.

“Mas,“ seru Ares dengan suara serak khas orang baru bangun tidur. Hm, adem sekali rasanya hati ini melihat yang terkasih tepat setelah membuka mata. Seulas senyum tipis terukir di bibir Ares. Tunggu dulu, kenapa Rakha ada disini? Ares pun langsung duduk dengan posisi tegap.

“Mas? Kok mas disini?“ tanya Ares heran sekaligus bingung. Bahkan, Rakha masih mengenakan kemeja kerja. “Coba kamu liat hp kamu, Ares.“ ucap Rakha. Ares pun melakukan seperti apa yang Rakha perintahkan. Kontan kedua mulut Ares langsung menganga lebar. Disini ada puluhan panggilan tak terjawab dari Rakha dari semua sosial media. “Udah ngerti? Kenapa mas ada disini?“ seru Rakha menohok.

“Maaf,“ ucap Ares meminta maaf. Uh, mengapa Ares terlihat imut sekali saat ia meminta maaf tepat setelah ia bangun tidur? Lihatlah rambut yang sedikit berantakan dan mata yang sedikit bengkak itu. Ares benar-benar menggemaskan, batin Rakha. “Mas cubit ya?“ ucap Rakha lalu mencubit kedua pipi Ares.

“Hmmm,“ Ares menggeram kesal karna kedua pipinya jadi sasaran cubitan Rakha. “Sakit mas,“ ucap Ares manja. “Eh? Lebih sakit yang waktu itu kan sayang???“ ucap Rakha. Kontan Ares pun langsung menutup mulut Rakha dengan kedua tangannya. Ares tidak ingin ibunya nanti mendengar ucapan Rakha yang ambigu ini.

“Ibu kamu ke pasar,“ ucap Rakha kemudian. Hah? Inak ke pasar?, batin Ares. Pantas saja Rakha berani berbicara seperti itu disini. Huh, dasar Rakha menyebabkan, batin Ares. “Cieee yang bentar lagi udah mau naik kelas 3? Tambah tua dong? Wkwkwk,“ Rakha mencibir. Ares mengerucutkan bibir kesal. Uh, apa-apaan Rakha ini?o

“Ya ampun, dek,“ seru Rakha. “Kenapa?“ tanya Ares. “Kakak laper,“ ucap Rakha merasa perutnya mulai demo besar-besaran. Cukup memalukan memang berkata lapar di hadapan calon istri sendiri. Tapi, mau bagaimana lagi? Rakha benar-benar lapar sekali. “Tunggu, aku rapiin meja dulu, baru abis itu kita makan bareng,“ ucap Ares. Rakha pun mengulum senyum.

Ares, Bayan, Icha, dan Rakha pun makan bersama-sama di meja ruang tamu. “Eh? Inak, Ares makan duluan, ya,“ seru Ares saat mereka hampir selesai makan siang. “Nggak papa Res, makan aja. Inak nunggu amak kamu dulu baru makan.“ sahut Camilla. Sambil merapikan piring-piring sehabis makan, Ares sesekali curi-curi pandang ke Rakha yang asyik memainkan ponselnya. Entah kenapa Rakha terlihat begitu sangat tampan dengan kemeja biru langit, dasi biru malam, dan celana hitam—juga tag name di saku dada sebelah kiri. Lihat lah rambut klimis Rakha yang sangat rapi itu. Semburat merah pun muncul di kedua pipi Ares.

“Kenapa sayang? Ada yang mau diomongin sama mas?“ seru Rakha menatap Ares yang pipinya sudah semerah udang rebus. “Ng-nggak ada kok,“ sahut Ares malu-malu. Lalu, ia pun ke dapur membawa piring-piring kotor itu. “Biar inak aja yang cuci, Res. Kamu temenin Rakha di depan. Eh? Kalo kamu mau kerumah Rakha nginep nggak papa juga hehe,“

Ares [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang