Chapter 23 - Cry Me a River

886 115 1
                                    

Malam ini rasanya begitu panjang bagi Liv. Liburan yang sudah diimpi-impikan dan direncanakan dengan apik oleh wanita itu pun seketika hancur berantakan akibat tragedi yang terjadi di malam ini. Liv terlihat sedang bersandar di atas sebuah sofa besar di dalam sebuah kamar hotel yang cukup luas.

Ya, Sergio benar-benar membawa wanita itu ke hotelnya dan yang lebih tepatnya lagi, kamar hotelnya. Entah mengapa semuanya berakhir seperti ini. Liv terlihat sedikit canggung berada di dalam kamar hotel itu dan hanya berdua dengan Sergio.

Sejak berada di dalam kamar hotel itu, Liv lebih banyak termenung dan melamun. Wanita itu masih terlihat syok atas kejadian itu. Tampaknya, Liv masih belum bisa menerima perlakuan Harvey kepadanya. Pria itu benar-benar psikopat. Hampir saja nyawa Liv hilang di tangan Harvey.

Di sisi lain, Sergio tampak sedang berada di area lemari pakaian. Pria itu terlihat sedang mencari sesuatu dari dalam lemari besar berwarna abu-abu tua itu. Tak lama kemudian, Sergio berjalan menghampiri Liv dan memberikan sweater miliknya kepada wanita itu.

"Pakai ini." ujar Sergio.

"Apa? Oh, terima kasih." ucap Liv singkat.

Liv tampak memegang sweater itu dan meletakkannya di atas pangkuannya. Sedangkan, Sergio beranjak ke kamar mandi dan selang beberapa waktu kemudian, pria itu kembali menghampiri Liv sambil membawa selembar handuk bersih dan mangkuk berisi air di tangannya. Sergio tampak berlutut di hadapan Liv dan meletakkan mangkuk itu di atas lantai karpet.

"Apa yang sedang kau lakukan?" ujar Liv.

"Membersihkan lukamu." ujar Sergio.

Sergio tampak mengambil handuk dan memasukkannya ke dalam mangkuk air itu. Perlahan-lahan, pria itu membasuh luka-luka di tubuh Liv dan membersihkannya dengan lembut.

"Kau tidak perlu melakukannya." ujar Liv. "Aku akan melakukannya sendiri."

Sergio tampak tidak menghiraukan ucapan Liv sedikit pun. Pria itu masih terus membersihkan luka di kedua  tangan dan kaki Liv. Tiba-tiba, rasa bersalah muncul di dalam diri Liv. Seharusnya wanita itu lebih mengindahkan ucapan dan peringatan Sergio mengenai Harvey sebelumnya. Jika saja Liv mau mendengar, kejadian mengerikan itu tentu tidak akan terjadi kepadanya.

"Maaf...aku tidak mendengarkan ucapanmu." ujar Liv.

Mendengar ucapan wanita itu, membuat Sergio menghentikan pergerakkannya. Pria itu lantas menoleh ke arah Liv dan menatap wanita itu. Liv tampak membalas tatapan Sergio lalu memalingkan wajahnya ke arah jendela.

Sesungguhnya, saat ini Sergio cukup marah kepada Liv karena wanita itu sungguh keras kepala. Ditambah lagi, Liv pun mengacuhkan peringatan Sergio sebelumnya dan juga wanita itu menghabiskan waktu bersama Harvey. Ketiga alasan itu cukup untuk membuat Sergio marah namun pria itu berusaha keras untuk tidak menunjukkan amarahnya kepada Liv.

"Yang sudah terjadi, biarlah terjadi." ujar Sergio.

Sergio pun bangkit dari atas lantai karpet dan berjalan kembali ke arah kamar mandi. Tampaknya pria itu hendak mengambil selembar handuk bersih lainnya dan mengganti air di dalam mangkuk yang sudah berubah warna menjadi merah karena darah.

Tak lama kemudian, Sergio pun kembali menghampiri Liv dan duduk di samping wanita itu. Pria itu lantas menyentuh wajah Liv lalu mengarahkan pandangan wanita itu ke arahnya. Sergio mulai membersihkan luka yang ada di kening, pipi, dan juga bibir Liv. Memar di kedua pipi Liv pun terlihat cukup memprihatinkan.

Tiba-tiba, Sergio menatap bibir Liv dengan lekat. Pria itu tampak terdiam mematung dan membuat situasi di ruangan itu menjadi lebih canggung dari sebelumnya. Sergio pun mengusap bibir Liv menggunakan jarinya dengan perlahan.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang