Chapter 11 - Confession

1.1K 144 0
                                    

Hujan deras yang mengguyur Maldives belum juga reda sejak sore tadi. Cuaca buruk ini tampaknya akan terus berlangsung cukup lama, sama seperti suasana hati Liv saat ini. Apalagi setelah Josè memberi kabar jika semua jadwal penerbangan dibatalkan, bahkan bandara pun ditutup.

Kini, Liv hanya menghabiskan waktu dengan membuat laporan yang akan diserahkan kepada Arthur, setibanya wanita itu di New York nanti. Sudah hampir dua jam Liv berkutat di depan layar laptopnya, di ruang tengah vila itu sambil menyesap segelas teh hangat.

Tak lama kemudian, seseorang tampaknya mengetuk pintu masuk. Liv pun segera beranjak untuk membuka pintu itu dan melihat siapa yang datang. Tampak seorang pramusaji pria yang sedang membawa sebuah kereta makanan.

Di atas kereta makanan itu tersaji banyak sekali makanan dan minuman yang beraneka ragam. Tampaknya pelayan itu salah tujuan. Tidak mungkin makanan sebanyak ini akan dihabiskan berdua oleh Liv dan Sergio.

"Selamat malam, Nyonya. Aku datang untuk mengantarkan makan malam." ujar pelayan pria itu.

"Siapa yang memesan semua makanan ini?" ujar Liv.

"Aku." ujar Sergio.

Sergio tampak berjalan keluar dari dalam kamarnya dengan handuk yang masih bertengger di atas kepalanya. Pria itu pun segera meminta pramusaji pria itu untuk masuk ke dalam vila dan meletakkan seluruh makan itu di atas meja.

Liv menatap Sergio dan seluruh makanan yang sedang diletakkan oleh pramusaji itu dengan heran. Tampaknya pria itu sangat lapar sehingga memesan begitu banyak makanan.

"Apa kau akan memakan seluruhnya?" ujar Liv kepada Sergio.

"Aku tidak tahu makanan apa yang kau sukai. Jadi, aku memesankan semua makanan ini." ujar Sergio.

Liv menatap Sergio dengan lekat. Bagi Liv, ucapan pria itu barusan terdengar sedikit romantis. Wanita itu tampak sedikit tersipu dan pipinya pun berubah menjadi merah padam. Tiba-tiba, Liv mendaratkan sebuah tamparan kecil di wajahnya agar dieinya segera kembali tersadar dari lamunannya.

"Apa ini?" ujar Liv.

Liv membuka sebuah kotak kayu besar yang ada di atas meja makan. Tampaknya kotak itu datang bersamaan dengan seluruh makanan yang diantar oleh pramusaji itu. Wanita itu pun tampak mengangkat sebuah botol minuman keras dari dalam kotak kayu. Botol minuman itu terlihat cukup besar.

"Sedikit mengobati kekesalan hati karena penerbangan kita dibatalkan." ujar Sergio.

Pria itu tampak mengambill dua buah gelas kaca dan meletakkan es batu di dalamnya. Lalu, Sergio pun menuangkan minuman keras itu dan segera menyodorkan salah satu gelas kaca itu ke arah Liv.

Selang beberapa waktu, beberapa makanan yang telah diantarkan oleh pramusaji itu pun sudah habis dilahap oleh Sergio dan Liv. Keduanya pun tampak beralih ke gelas kaca yang berisi minuman keras itu.

Tanpa sadar, Liv dan Sergio pun telah menghabiskan hampir setengah botol minuman keras. Wajah Liv tampak mulai memerah, begitupun dengan Sergio.  Sesekali keduanya terdengar tertawa, lalu berubah marah, lalu tertawa kembali.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Hujan yang membasahi tanah Maldives pun masih turun dengan deras. Sergio sengaja membuka jendela besar itu agar udara dingin masuk ke dalam vila. Tiba-tiba saja, mulut pria itu terbuka kembali dan mencurahkan kegundahan yang selama ini ia rasakan.

"Jika saja di kepala si brengsek Adrian itu tidak hanya berpikir tentang bersenang-senang..." ujar Sergio. "Tentu kini aku sudah melanjutkan studiku dan menjalani mimpiku."

"Mengapa kau tidak menceritakan kepadaku tentang mimpimu?" ujar Liv.

"Apakah kau ingin mendengarnya?" ujar Sergio.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang