Part 68 - It's A Confession

449 67 4
                                    

Liv tampak membuka kedua matanya dengan perlahan lalu menatap jendela kaca besar itu. Hujan tampak turun dengan begitu deras hingga membasahi jendela kaca itu. Wanita itu lalu menoleh ke arah sampingnya dan tidak mendapati Sergio di sebelahnya. Liv pun mencari-cari di mana kekasihnya itu berada, namun tampaknya Sergio sedang tidak berada di dalam kamar itu.

Liv pun kembali merebahkan dirinya di atas ranjang sambil menatap langit-langit. Senyum di wajah wanita itu pun mengembang. Tampaknya perasaan Liv saat ini rasanya begitu berbunga-bunga, senang dan bahagia. Mungkin karena semalam ia dan Sergio telah menghabiskan malam yang begitu sempurna dan menakjubkan, persis seperti saat keduanya pertama kali bertemu di Ambrosè.

Liv menyentuh bibirnya dengan perlahan dan masih dapat merasakan manisnya bibir Sergio di sana. Bagaimana bisa wanita itu melupakan ciuman terhebat yang pernah dirasakan olehnya selama hidupnya? Sungguh luar biasa rasanya!

"Selamat pagi, Cantik." ujar Sergio. "Apa kau ingin sarapan?"

Liv tampak menoleh ke arah sumber suara dan mendapati jika kekasihnya yang begitu tampan itu tengah berjalan dari arah pintu kamar tidur itu. Pria itu terlihat begitu rupawan, bahkan hanya dengan memakai selembar kaos dan sebuah celana jogger.

"Darimana saja kau?" ujar Liv.

"Bertemu dengan Jeff." ujar Sergio. "Mengapa? Apa kau sudah merindukanku?"

"Pria itu datang pagi-pagi buta?" ujar Liv.

"Sekarang sudah pukul delapan, Nona Miles." ujar Sergio.

Sergio berjalan menghampiri Liv lalu menjatuhkan tubuh bidangnya di atas ranjang. Pria itu pun memeluk tubuh Liv dengan sangat erat sambil memberikan kecupan kecil di seluruh wajah cantik kekasihnya itu.

"Mengapa kau begitu cantik, Nona Miles?" bisik Sergio.

Wajah Liv tersipu dan kedua pipinya pun memerah. Tampaknya wanita itu belum juga terbiasa mendengar pujian yang keluar dari mulut pria tampan itu. Liv hanya membalas pujian itu dengan sebuah senyuman lalu mendaratkan sebuah ciuman kecil di bibir pria itu.

"Sergio, kau belum menjawab pertanyaanku." ujar Liv. "Apa yang Jeff lakukan pagi-pagi ke apartemenmu?"

"Jeff hanya mengantar beberapa berkas yang harus kutandatangani." ujar Sergio. "Sekaligus menyampaikan sebuah undangan makan malam."

"Undangan makan malam?" ujar Liv. "Dari siapa? Kolega bisnismu?"

"Ibuku." ujar Sergio.

Glek!

Hampir saja Liv tersedak oleh ludahnya sendiri karena mendengar siapa yang memberikan undangan makan malam itu kepada Sergio. Apakah semua sudah baik-baik saja? Bukankah kemarin keduanya masih bersitegang dengan hebat? Apa hubungan Sergio dan Laura sudah membaik?

"Hmmm...Apakah kalian sudah berbaikan?" ujar Liv.

"Entahlah, tapi kami belum berbicara lagi sejak beradu argumen kemarin." ujar Sergio.

Liv tampak menatap wajah Sergio. Ekspresi pria itu terlihat begitu datar dan biasa saja. Tampaknya sebuah undangan makan malam setelah terjadi keributan besar seperti tempo hari bukanlah hal aneh dan mengagetkan bagi Sergio.

"Ibuku sedang berusaha untuk berbaikan denganku, Liv." lanjut Sergio. "Dan undangan makan malam ini adalah sebuah gencatan senjata."

Seingat Liv, Sergio memang pernah bercerita bahwa hubungan dengan keluarganya, khususnya kedua orangtuanya itu tidak baik. Titik klimaksnya adalah ketika Arthur dan Laura menunjuk Sergio untuk melepas semua mimpinya dan menduduki jabatan CEO Beckford Corp. Dan akhirnya Liv pun menyaksikan sendiri bagaimana kisruhnya hubungan anak dan ibu itu.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang