Part 76 - Au Revoir

357 51 5
                                    

Malam itu terasa lebih dingin dari sebelumnya. Angin berhembus cukup kencang hingga mampu membuat deretan pohon-pohon besar di taman itu bergoyang. Suasana di tempat itu terasa begitu hening dan terdengar samar-samar desiran ombak kecil dari tepi laut yang mengelilingi Kota New York.

Tampak Sergio dan Liv tengah berdiri di atas dek yang terletak di antara tepi laut dan taman itu. Keduanya terlihat hanya mematung sambil saling berhadapan satu sama lain. Tidak ada satu kata pun yang terucap dari mulut keduanya dan pasangan itu hanya saling bertatap-tatapan.

"Apa kau bilang?" ujar Sergio.

Raut wajah Sergio terlihat sangat terkejut tatkala mendengar ucapan Liv barusan. Pria itu tampak menatap Liv dengan tajam.

Di sisi lain, Liv tampak begitu sedih. Walaupun air matanya sudah tidak menetes lagi, namun masih menggenang di pelupuk matanya. Liv terlihat benar-benar berusaha untuk menahan emosi yang bercampur aduk di dalam batinnya.

"Aku..." ujar Liv terbata-bata. "Tidak bisa menjadi kekasihmu lagi."

Ternyata kedua telinga Sergio tidak salah mendengar. Pria itu tampak mengernyitkan kedua alisnya. Tampaknya Sergio masih berusaha keras untuk mencerna ucapan kekasihnya itu. Bukankah selama beberapa bulan ini hubungan keduanya sangat baik? Bahkan dapat dikatakan sangat romantis. Sergio merasa semuanya berjalan baik-baik saja antara dirinya dan Liv.

"Berhenti bercanda, Liv." ujar Sergio. "Ini tidak lucu."

"Apa aku terlihat sedang bercanda?" ujar Liv.

Sergio terlihat semakin bingung. Pria itu sudah mengenal Liv cukup lama dan semakin memahami wanita itu cukup baik. Tidak ada senyum yang mewarnai wajah cantik wanita itu saat ini. Tampaknya Liv memang sungguh-sungguh dengan perkataannya.

"Kita...memang tidak bisa bersama, Sergio." ujar Liv.

"Aku tidak mengerti." ujar Sergio. "Apa maksudmu? Apa maksud semua ini?"

Liv terlihat menghela nafasnya dengan berat. Wanita itu terlihat cukup frustasi dengan apa yang tengah terjadi saat ini. Berulang kali Liv menyisir rambut dengan jari-jari lentiknya karena tidak bisa berpikir dengan jernih.

"Aku ingin hubungan kita selesai sampai di sini." ujar Liv. "Apa kau mengerti?"

Kini, ekspresi wajah Sergio terlihat begitu marah. Suka cita yang sejak tadi terlihat di raut wajahnya sirna hanya dalam sekejap. Bukan hal semacam ini yang Sergio harapkan, terutama di malam yang sudah ia rencanakan jauh-jauh hari.

Sergio berharap malam ini akan menjadi malam yang sangat sempurna bagi ia dan Liv. Makan malam romantis, menghabiskan waktu di tempat yang dipenuhi dengan memori pertemuan pertama kali di antara keduanya, dan menghabiskan semalam suntuk berduaan dengan Liv. Hanya dengan Liv. Namun, tampaknya rencana itu hancur berantakan.

"Sebaiknya kita pulang sekarang juga." ujar Sergio. "Kurasa kau sudah kelelahan."

Sergio tampak meraih tangan Liv dan menggenggamnya dengan erat. Pria itu berniat untuk memaksa Liv pergi dari tempat itu. Tampaknya Liv sudah gelap mata karena terlalu lelah.

"Lepaskan tanganku, Sergio." ujar Liv. "Lepaskan."

Genggaman Sergio pada tangan Liv malah semakin erat. Pria itu terus menarik tubuh Liv menuju mobil dan memaksa wanita itu untuk masuk ke dalamnya. Sergio membuka pintu mobil penumpang itu dengan tangan kirinya dan bersiap untuk memasukkan Liv ke dalamnya.

"Lepaskan aku!" teriak Liv.

Liv terlihat menghempaskan genggaman Sergio dengan cukup keras dan membuat pria itu cukup tersentak. Sergio tampak menatap kekasihnya itu dengan intens.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang