Part 64 - What Are You Going To Do?

442 56 1
                                    

"Argh!" teriak Liv.

Liv merasakan sakit yang teramat sangat di beberapa bagian tubuh serta kepalanya. Wanita itu terlihat mengepalkan kedua tangannya untuk menahan rasa sakit yang tengah mendera dirinya saat ini. Liv mencoba untuk bangkit dari tidurnya namun seluruh bagian tubuhnya terasa begitu sakit.

"Sialan!" teriak Liv.

Liv berusaha keras untuk menggerakkan tubuhnya namun rasanya begitu berat dan sakit. Wanita itu terus menerus meringis kesakitan. Belum pernah Liv merasakan sakit yang begitu luar biasa. Oh, tunggu! Mungkin dapat dikatakan ini adalah kali kedua Liv merasakan rasa sakit semacam ini. Ya, tentu saja kali pertama wanita itu merasakan sakit yang luar biasa adalah saat satu tahun silam, ketika penyiksaan yang dilakukan oleh Joshua dan membuat dirinya harus menderita.

Erangan Liv terus menggema di ruangan yang besar itu. Wanita itu pun tampaknya tidak peduli lagi dengan jeritannya yang akan menyebabkan polusi suara. Liv ingat betul betapa kerasnya Joshua memukulinya malam itu. Jika memang Liv berhenti untuk bertahan, mungkin ia akan mati malam itu.

"Liv?! Lihat aku! Ini aku, Sergio." ujar Sergio. "Apa kau baik-baik saja? Ada apa denganmu?"

Liv tidak merespon ucapan Sergio. Wanita itu berusaha untuk membuka kedua matanya, namun sakit di kepalanya malah semakin menjadi-jadi. Semuanya terasa berputar seakan-akan sedang terjadi gempa bumi yang begitu hebat.

Sergio pun segera memanggil Will dan meminta teman baiknya itu melakukan sesuatu kepada Liv sekarang juga. Dengan cepat, Will menyuntikkan obat penenang kepada Liv.

Perlahan-lahan, Liv tidak lagi dapat menahan rasa sakitnya. Wanita itu pun mengerang kesakitan sambil meremas selimut tebal yang tengah membungkus tubuhnya. Liv terlihat begitu linglung dan kebingungan. Tempat di mana ia berada sekarang terlihat begitu asing. Tampak sebuah kamar tidur yang begitu besar, yang didominasi dengan warna putih dan abu-abu.

Di sisi lain, Sergio terlihat menatap Liv dengan begitu cemas. Jujur saja, Sergio tampak sangat khawatir jika kekasihnya itu akan mengalami amnesia. Walaupun, Will sudah memastikan bahwa wanita itu tidak mengalami gegar otak atau masalah berat di kepalanya. Namun, tetap saja Sergio begitu khawatir dan merasa harus memastikan langsung kepada kekasihnya itu.

Tak lama kemudian, jeritan Liv berangsur-angsur mereda. Cengkraman tangan wanita itu pun perlahan-lahan mengendur dan tubuhnya terlihat lebih rileks. Nafas Liv pun tampak lebih teratur dari sebelumnya.

Dengan sigap, Sergio pun merebahkan kembali tubhh Liv di atas ranjang besar itu. Pria itu tampak tidak dapat menyembunyikan kecemasannya yang begitu tersirat di wajah tampannya.

"Liv...?" ujar Sergio. "Apa yang kau rasakan? Apa kau bisa mendengarku dengan baik? Apakah sakit di tubuhmu sudah berkurang?"

Liv merasa begitu lelah, bahkan sangat lelah. Entah karena berusaha untuk menahan sakit di tubuhnya atau karena terlalu lama merebahkan tubuhnya. Tunggu! Sudah berapa lama Liv tidak sadarkan diri? Satu hari? Tiga hari? Satu minggu?

Seketika, Liv menoleh ke arah Sergio. Tatapan kedua mata wanita itu tampak kosong. Tampaknya, Liv begitu terguncang dengan apa yang telah terjadi kepadanya.

"S-Sergio...?" ujar Liv.

Air mata Liv tampak menggenang di kedua mata indahnya. Tangis wanita itu pun akhirnya pecah. Sontak aja, Sergio memeluk tubuh Liv dengan erat. Pria itu pun membiarkan Liv membenamkan wajahnya di dada bidang pria itu.

"Tenanglah." ujar Sergio. "Aku ada di sini."

Betapa leganya Sergio ketika mendengar Liv menyebutkan namanya. Pria itu tampak mengusap kepala kekasihnya dengan begitu lembut. Di saat yang bersamaan, Liv pun merasa begitu lega tatkala melihat Sergio tengah duduk di sampingnya. Hati wanita itu merasa jauh...jauh lebih tenang. Sergio memang dapat memberikan rasa aman dan kedamaian kepada Liv, terutama di kondisi genting seperti ini.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang