Part 81 - I'm Losing My Mind

385 50 0
                                    

Sergio tampak duduk di atas kursi kerjanya sambil menatap ke arah luar jendela. Pria itu terlihat tengah melamun. Sudah beberapa hari ini, Sergio terlihat lebih sering melamun. Pria itu tampaknya tidak bisa berpikir dengan jernih apalagi setelah insiden di ruang kerja Arthur beberapa hari yang lalu.

Sergio pun membakar sebatang rokok lalu menghisapnya dalam-dalam. Pria itu membutuhkan waktu untuk menenangkan pikiran dan dirinya. Sebatang rokok tampaknya mampu membantunya untuk menenangkan diri, walaupun hanya sedikit.

"Tuan Beckford?" ujar Brie.

"Ya?" ujar Sergio

Tampaknya Brie sudah berdiri di tempat itu cukup lama sambil memanggil-manggil nama Sergio. Pria itu tampaknya tidak menyadari kapan Brie melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya karena terlalu larut dalam lamunannya.

"Apa...anda baik-baik saja?" ujar Brie. "Apa perlu aku panggilkan dokter untuk anda?"

"Aku baik-baik saja, Brie." ujar Sergio. "Apa ada dokumen yang perlu aku tandatangani?"

"Tidak, Tuan." ujar Brie. "Aku hanya ingin menginformasikan kepada anda bahwa Tuan Raymond sudah tiba di New York dan sedang dalam perjalanan kemari untuk bertemu dengan anda."

Yup, tampaknya Sergio terlalu tenggelam ke dalam lamunannya sehingga pria itu melupakan janji temu penting hari ini dengan seorang pengusaha tambang ternama, Patrick Raymond.

"Baiklah. Aku akan bersiap-siap." ujar Sergio.

Brie pun segera melangkah keluar ruangan dan pergi meninggalkan Sergio seorang diri. Sergio membuka tabletnya dan memeriksa aplikasi kalender yang dipenuhi dengan sejumlah jadwal pertemuan bisnis. Pria itu sengaja membuat sekian banyak jadwal pertemuan bisnis untuk membuat dirinya tetap sibuk dan mendistraksi pikirannya dari Liv.

Kejadian beberapa hari yang lalu terus menerus mengganggu pikiran Sergio. Akhir-akhir ini, pria itu tidak dapat berkonsentrasi. Sergio sering kali melamun dan tidak fokus dengan apa yang tengah dikerjakan olehnya. Semua itu dimulai sejak Liv memutuskan hubungan dengannya dan insiden tempo hari membuatnya semakin parah. 

Sergio tidak ingin larut dalam kesedihan. Pria itu terlihat begitu tenang di luar. Namun, jujur saja, jauh di dalam lubuk hatinya, Sergio merasa begitu hancur.

Detik demi detik. Menit demi menit. Bahkan hari demi hari, Sergio jalani dengan berbagai pertemuan bisnis dan setumpuk pekerjaan. Tidak sedikit pun pria itu menyisakan waktunya hanya untuk bersantai dan berdiam diri. Bahkan saat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Sergio masih melakukan sebuah pertemuan dengan Jonathan Franklin, seorang pengusaha asal Inggris di salah satu restoran ternama di New York.

"Terima kasih atas jamuan makan malam ini, Tuan Franklin." ujar Sergio. "Aku sangat senang dapat berdiskusi dengan anda malam ini."

"Justru sebuah kehormatan bagiku dapat bertemu denganmu, Tuan Beckford." ujar Jonathan. "Mungkin kita bisa membicarakan kesempatan bisnis lain waktu."

"Tentu saja, Tuan Franklin." ujar Sergio. "Kutunggu kabar baik darimu."

Sergio dan Jonathan pun saling berjabat tangan. Dan tak lama kemudian, sebuah mobil SUV hitam berhenti tepat di depan kedua pria itu. Dengan sigap, Sergio pun berpamitan sekali kepada Jonathan dan segera melangkah masuk ke dalam SUV itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun kota itu masih saja terlihat begitu ramai. Sergio terlihat memandang ke arah luar jendela, menatap kumpulan orang yang lalu lalang di atas pedestrian.

Setiap kali pria itu terdiam dan termenung, pikirannya selalu bergerak dengan liar. Dan selalu berujung kepada Liv. Lagi-lagi, wanita itu selalu mampir di pikiran Sergio, sekeras apapun pria itu mencoba untuk tidak memikirkannya.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang