Chapter 40 - Stay

606 78 2
                                    

Kota Boston terlihat sangat ramai, bahkan di malam hari. Pedestrian di sepanjang jalan itu tampak dipadati begitu banyak pejalan kaki. Pandangan Liv tampak terpaku pada ramainya sekumpulan manusia dan deretan bangunan yang memadati kota itu. Namun pandangan wanita itu terlihat kosong dan pikirannya entah berkelana kemana.

Di sepanjang perjalanan pulang, di dalam sebuah taksi, Liv tampak lebih banyak melamun. Terlalu banyak yang dipikirkan oleh wanita itu saat ini. Mulai dari permasalahan kehidupan yang dihadapinya, Joshua, hingga Sergio. Dan semua yang diucapkan oleh Chace tadi menjadi sebuah renungan untuk Liv.

Apa yang dikatakan oleh Chace hampir seluruhnya benar. Namun, entah darimana Liv harus memulainya. Membuka diri dan hatinya untuk seseorang tampaknya bukan perkara yang mudah untuk wanita itu. Rasa takut dan cemas akan terulangnya kembali insiden yang Joshua lakukan kepada Liv, tampaknya masih mendominasi pikiran serta perasaan wanita itu hingga saat ini.

Memikirkan semua percakapannya dengan Chace, membuat Liv lupa waktu. Tak terasa, wanita itu telah tiba di lobby apartemen, di mana ia bermalam bersama Sergio. Liv pun segera melangkah turun dari dalam taksi dan berjalan menuju elevator VIP itu.

Selang beberapa menit kemudian, Liv tiba di penthouse milik Jesse Beckford. Begitu pintu elevator itu terbuka, Liv tampak terkejut ketika mendapati ruangan penthouse itu dalam keadaan gelap gulita. Tidak ada satupun lampu yang menyala dan adapun sedikit cahaya yang masuk menerangi ruangan itu hanya berasal dari arah luar jendela.

Liv pun bergegas untuk menyalakan saklar lampu ruangan itu dan satu per satu, cahaya lampu pun tampak menerangi ruangan itu. Wanita itu tampak menyusuri setiap sudut ruangan untuk mencari keberadaan Sergio.

"Sergio?" gumam Liv pelan.

Liv tampak memeriksa telepon genggamnya. Namun tidak ada satu pun telepon atau pesan dari Sergio. Wanita itu pun kembali menyusuri seluruh ruangan, mulai dari dapur, ruang keluaga, hingga balkon. Namun, batang hidung pria itu pun tidak juga nampak.

"Sergio?" ujar Liv lagi.

Akhirnya, Liv memutuskan untuk berjalan menuju kamar tidurnya. Namun tiba-tiba, langkah wanita itu pun terhenti tepat di depan pintu kamar Sergio. Wanita itu pun memberanikan dirinya untuk membuka pintu kamar pria itu dan memeriksa isi ruangannya.

Ruangan kamar tidur itu tampak begitu gelap. Tidak ada satupun lampu yang menyala. Liv pun berpikir jika kemungkinan besar Sergio tengah pergi ke luar dari penthouse ini. Mungkin saja pria itu lupa mengabari Liv atau mendadak memiliki janji temu dengan seseorang. Tanpa berlama-lama lagi di ruangan itu, wanita itu pun segera berjalan ke luar dari tempat itu. Namun, tiba-tiba terdengar sebuah suara dari dalam kamar tidur itu.

"Argh..."

Hampir saja tubuh Liv terlonjak kaget. Jantung wanita itu tampak berdebar dengan cepat tatkala mendengar suara erangan yang datang dari arah sudut ruangan. Suara itu begitu berat dan terdengar sangat jelas. Liv pun segera menyalakan saklar lampu kamar itu untuk melihat apa yang ada di kamar itu.

Kedua mata Liv tampak menyisir ruangan kamar itu dengan perlahan dan akhirnya, pandangannya pun berhenti tepat di depan ranjang. Tampak Sergio tengah berbaring di atas ranjang. Wajah pria itu terlihat begitu pucat dan hampir seluruh tubuhnya dibalut dengan selimut yang tebal.

Liv berjalan mendekati Sergio dengan perlahan. Tampaknya ada sesuatu yang tidak beres dengan pria itu. Sergio tampak begitu lemah dan keringat-keringat kecil pun terlihat bercucuran di dahi dan wajahnya.

Dengan cepat, Liv bergerak untuk memeriksa kondisi tubuh Sergio. Wanita itu tampak mengulurkan tangannya dan menyentuh wajah pria itu dengan lembut.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang