Chapter 34 - Wrecked

709 84 1
                                    

Matahari tampak hampir berada di puncaknya. Sinarnya terlihat mulai menembus celah-celah tirai yang berwarna putih gading itu, yang masih menutupi jendela dengan rapat.

Tampak sebuah ruangan kamar tidur yang cukup gelap dan berantakan. Liv terlihat sedang berbaring di atas ranjangnya, di dalam balutan sebuah selimut tebal berwarna coklat muda. Wanita itu telah memutuskan untuk mengambil satu hari libur dan beristirahat di apartemennya. Liv bahkan tidak mengabari Jonah atau siapapun di kantornya, dan hanya menghilang tanpa kabar yang jelas.

Liv tidak sedang tertidur. Wanita itu malah tidak bisa terlelap sejak semalam. Sudah berkali-kali wanita itu memaksakan kedua matanya untuk terpejam, namun selalu saja gagal.

Sejak insiden kemarin siang, air mata Liv tidak bisa berhenti mengalir. Wanita itu bahkan tidak tahu mengapa air mata itu terus menerus membasahi wajahnya, hingga kedua matanya terasa begitu sakit.

Liv begitu enggan beranjak dari ranjangnya. Rasanya hanya tempat inilah yang  mampu membuatnya merasa nyaman dan aman. Sejak tadi, tatapan Liv hanya tertuju ke sebuah jendela besar yang berada di kamarnya. Sudah hampir tiga jam wanita itu hanya terdiam dan termenung, namun pikirannya bergerak liar entah kemana.

Sesekali, Liv menyentuh luka-luka memar di lehernya yang semakin terlihat jelas. Wanita itu tidak berusaha untuk mengobatinya dan hanya membiarkannya tertutup dengan selimut tebal itu.

Liv sempat berusaha untuk menghubungi Chace, namun pria itu terdengar sedang sibuk melakukan sebuah seminar di luar kota dan tidak memiliki waktu untuk mendengarkan keluh kesah Liv. Padahal, wanita itu benar-benar membutuhkan bantuan Chace saat ini.

Tak lama kemudian, telepon genggam Liv berdering dan cukup mengagetkan wanita itu. Dengan berat, Liv meraih telepon genggamnya dan memeriksa layar itu. Tampak nama Ashley tertera di dalam layar itu.

Sudah kesekiankalinya, Ashley menghubungi Liv. Namun tidak ada satu panggilan pun yang dijawab olehnya. Wanita itu benar-benar tidak ingin berbicara atau bahkan berinteraksi dengan siapa pun. Dengan sigap, Liv kembali meredam suara panggilan itu dan menutup layar telepon genggamnya dengan selimut.

Liv mengalihkan tatapannya ke arah langit-langit kamarnya. Memori tentang insiden kemarin siang kembali mengganggu benaknya. Tak bisa Liv lupakan begitu saja, bagaimana mengerikannya tatapan Joshua, perlakuan kasar pria itu kepada Liv, bahkan perkataan-perkataan mantan suaminya itu yang dipenuhi dengan ancaman, mampu membuat air mata Liv kembali membanjiri pipinya.

Liv tampak memejamkan matanya. Wanita itu ingin mencoba kembali terapi yang disarankan oleh Chace untuk mengontrol emosi dan perasaannya. Liv tampak mulai menghitung dan menarik nafasnya dengan panjang.

'Tolong, pergi dari pikiranku. Tolonglah.' batin Liv.

Tiba-tiba, telepon genggam Liv kembali bergetar dan mengganggu konsentrasi Liv untuk menenangkan dirinya. Wanita itu tampak menatap layar telepon genggamnya. Tampak, Ashley kembali menghubunginya telepon genggam Liv.

Rasanya tak adil jika Liv terus menerus menghiraukan panggilan Ashley. Teman baiknya itu pasti sangat mengkhawatirkannya. Dan Liv tahu, hanya Ashley-lah yang ia miliki saat ini. Wanita itu pun segera meraih telepon genggam itu dan memutuskan untuk menjawab panggilan Ashley.

"Liv? Astaga! Darimana saja kau? Mengapa kau tidak mengangkat panggilanku sejak tadi? Di mana kau saat ini?" ujar Ashley.

Liv sudah menduga hal ini akan terjadi. Ashley pasti membombardirnya dengan rentetan pertanyaan yang Liv sendiri bahkan tidak tahu bagaimana ia bisa menjawabnya. Wanita itu pun tampak menghela nafasnya lalu menjawab pertanyaan Ashley satu per satu.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang