Hampir semalaman, Liv tidak dapat memejamkan kedua matanya. Wanita itu terus menerus dihantui rasa bersalah sekaligus ketakutan yang luar biasa.
Semalaman Liv memikirkan insiden di malam itu. Terbayang di dalam pikiran wanita itu bagaimana raut wajah Sergio kala itu. Marah, sedih, dan kecewa. Liv dapat melihat semua emosi menjadi satu di wajah pria itu.
Jika bukan karena Joshua yang mengancam keselamatan nyawa Sergio, tentu Liv tidak akan mungkin melakukan hal gila itu. Tidak pernah terpikirkan oleh Liv sebelumnya bahwa ia akan menyakiti hati pria yang begitu disayanginya sekali lagi.
Sekali lagi...
Mungkin malam itu adalah terakhir kalinya Liv berbicara dengan Sergio. Pria itu tidak akan mungkin mau berbicara lagi dengannya. Apalagi mendengar semua ucapan yang dilontarkan oleh Liv kala itu. Menyakitkan...bahkan terdengar egois.
Liv terlihat menggulingkan tubuhnya ke arah berlawanan. Wanita itu menutup wajah dengan tangannya, lalu menghela nafas panjangnya. Liv selalu bermimpi akan menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Sergio. Namun tampaknya, kini semua itu hanyalah sebuah halusinasi belaka.
Tanpa terasa, jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Sinar matahari tampaknya mulai menerobos masuk ke dalam kamar tidur itu, melalui celah-celah tirai. Liv terlihat masih berada di balik selimut tebalnya, meringkuk sambil memejamkan kedua matanya. Bukan tertidur melainkan mengistirahatkan pikirannya yang terlalu lelah.
Ingin sekali rasanya Liv tidak berangkat kerja hari ini dan hanya berdiam diri di kamar tidurnya. Namun apa daya, setumpuk pekerjaan telah menantinya di kantor. Tidak terbayangkan bagaimana nantinya jika Liv harus bertemu dengan Sergio nantinya.
Membayangkan hal itu, membuat Liv menepuk-nepuk kepalanya dengan keras. Permukaan kulit wanita itu pun tampak memerah karena ia menepuknya dengan cukup keras. Liv berusaha untuk menghilangkan pikiran gila yang kini terus berputar-putar di kepalanya.
'Tidak, tidak! Pasti ada jalan untuk menghindari Sergio! Pasti!' batin Liv.
Akhirnya, Liv pun menyingkap selimut tebal itu dan beranjak dari atas kasurnya. Dengan berat hati, wanita itu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Air hangat yang mulai mengalir jatuh ke tubuh Liv pun cukup membantu untuk menenangkan pikiran dan batinnya. Liv tampak membiarkan air hangat itu membasahi seluruh tubuhnya, mulai dari atas kepala hingga kakinya. Wanita itu pun tampak berdiri di bawah pancuran air selama beberapa menit. Hanya berdiam diri dan menikmati momen damai itu.
Setelah beberapa lama kemudian, Liv tampak menatap dirinya dengan intens di depan cermin. Tampak luka lebam terlihat begitu jelas di area pelipisnya. Wanita itu pun menyentuh lebam yang diakibatkan oleh benturan ke arah dinding tadi malam. Ya, semua itu karena ulah mantan suaminya yang gila itu.
Tampaknya luka lebam itu semakin terlihat dengan jelas dan melebar ke arah mata Liv. Pantas saja, sejak tadi area mata dan pelipisnya terasa begitu perih serta sakit. Liv pun lupa untuk mengompres luka itu semalam.
"Sial!" ujar Liv.
Dengan sigap, Liv meraih sebuah botol foundation dan membubuhkannya di atas luka lebam itu. Wanita itu pun juga menambahkan olesan concealer di atasnya agar luka lebam itu dapat tertutup dengan baik.
Entah sudah berapa lapis Liv mengoleskan cairan foundation dan concealer itu di atas luka lebamnya. Dengan menggunakan spons, wanita itu berusaha untuk meratakan cairan foundation yang sudah berulang kali dioleskan olehnya. Dan sebagai tahap terakhir, Liv membubuhkan bedak tabur untuk menyelesaikan riasannya itu.
"Ah, selesai juga." ujar Liv. "Lumayan, sudah cukup tertutup."
Liv pun segera beranjak dari meja riasnya dan berjalan menuju lemari pakaian untuk mengambil satu set pakaian kerja yang sudah disiapkan olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly You
RomansaKehidupan seorang Olivia Miles yang dipenuhi dengan drama itu pun berubah drastis ketika wanita itu bertemu dengan Sergio Beckford, seorang milyuner muda yang memiliki kepribadian yang menakjubkan. Pertemuan yang diawali dari sebuah ketidaksengajaa...