Chapter 46 - Backyard

532 76 1
                                    

Kamar tidur itu terlihat begitu berantakan. Tampak beberapa helai pakaian, mulai dari gaun santai, blouse, hingga celana jeans, tertumpuk di atas ranjang dan berserakan di atas lantai.

Di pojok ruangan, tampak Liv tengah berdiri di depan cermin sambil memegang beberapa pakaian. Wanita itu terlihat sedang mencocokkan beberapa blouse dan celana untuk dikenakan olehnya hari ini.

"Ah, sial!" ujar Liv. "Apa yang harus kukenakan?"

Liv tampak melempar pakaian yang sedang dipegangnya itu ke atas lantai. Ya, hari ini adalah hari dimana Liv akan berkunjung ke tempat tinggal Laura untuk melakukan sebuah pertemuan, demi membahas  kelanjutan desain untuk pusat kecantikan milik Laura.

Ini memang bukan pertama kalinya Liv bertemu dengan seseorang dari kalangan sosialita. Namun, yang dibicarakan kali ini adalah Laura Beckford. Ya, Liv akan menemui Laura siang ini dan hingga detik ini, wanita itu bahkan tidak tahu pakaian apa yang pantas untuk dikenakan olehnya.

Tiba-tiba, telepon genggam Liv berdering. Wanita itu pun segera meletakkan pakaian yang tengah dipegangnya, lalu meraih telepon genggamnya itu dari atas ranjang. Liv tampak mengernyitkan kedua alisnya ketika melihat siapa yang meneleponnya.

"Halo?" ujar Liv.

"Di mana kau sekarang?" ujar Sergio.

"Apa?" ujar Liv.

"Jawab saja pertanyaanku, Liv." ujar Sergio. "Di mana kau berada sekarang?"

Ada apa dengan pria ini? Tiba-tiba saja menelepon Liv dan tanpa baaa-basi apapun, memaksa wanita itu untuk menjawab pertanyaannya.

"Untuk apa kau menanyakan keberadaanku?" ujar Liv.

"Liv, tolong jawab pertanyaanku." ujar  Sergio.

Liv tampak menghela nafasnya. Sergio selalu saja bertindak semena-mena terhadap dirinya. I yin sekali rasanya wanita itu memutuskan panggilan teleponnya itu.

"Aku sedang berada di apartemen." ujar Liv. "Ada apa?"

"Tunggu di sana." ujar Sergio. "Aku akan segera  menjemputmu."

Klik.

Apa? Apa telinga Liv tidak salah dengar? Menjemput? Untuk apa Sergio menjemputnya? Lagipula, Liv memiliki janji temu dengan Laura dan tidak bisa membatalkan janji itu begitu saja, hanya untukmengikuti kemana pria itu pergi.

Seperti biasanya, Sergio bersikap seenaknya terhadap Liv. Wanita itu bahkan belum menjawab dan menyetujui pernyataan Sergio. Liv bahkan belum sempat berkata apapun, namun Sergio sudah terlanjur  memutuskan panggilan itu.

Liv melempar telepon genggam itu ke atas ranjang. Wanita itu pun kembali memilih pakaian untuk dikenakan olehnya. Tampaknya, Liv memilih untuk mengabaikan ucapan Sergio barusan.

Setelah hampir mengosongkan seluruh isi lemari itu, akhirnya, Liv memutuskan untuk menggunakan blouse putih dan midi flare skirt berwarna abu-abu tua, serta sepatu hak tinggi berwarna hitam. Sederhana dan klasik, benar-benar sesuai dengan kepribadian Liv.

Lalu, Liv tampak merapikan rambut dan riasannya untuk terakhir kalinya. Namun, tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu apartemen itu. Liv pun segera berjalan menuju pintu masuk dan membukanya. Tampak Sergio tengah berdiri di ambang pintu apartemen itu dan jujur saja, Liv tampak terkejut ketika mengetahui bahwa pria itu benar-benar mendatangi apartemennya.

Sergio terlihat begitu santai. Hanya dengan menggunakan kaos berwarna abu-abu, ripped jeans berwarna hitam, dan sneakers. Untuk kesekiankalinya, Sergio cenderung lebih terlihat seperti anggota band daripada seorang konglomerat yang merajai bisnis di Amerika. Jika saja Sergio berjalan di tengah kerumunan, tidak akan ada satu orang pun yang menyangka jika pria itu adalah seorang CEO perusahaan besar.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang