Part 66 - Black Hole

387 66 1
                                    

Suasana kamar tidur itu tampak begitu hening. Tidak ada siapapun di dalam ruangan itu kecuali Liv. Wanita itu terlihat tengah duduk di depan jendela kaca sambil memandangi pemandangan kota New York di siang hari.

Begitu ramai dan jalanan sudah dipadati oleh sejumlah kendaraan sejak pagi tadi. Tampaknya pemandangan ini tidak pernah membuat Liv bosan. Walaupun wanita itu hanya tinggal seorang diri, namun keramaian kota itu selalu mampu mengusir kesendiriannya.

Tapi bukan itu yang sedang ada di benak Liv saat ini. Entah sampai kapan kecemasan yang dirasakan oleh wanita itu terus terjadi. Sejak insiden yang terjadi di malam itu di apartemennya, Liv meyakini jika semua ini akan terus terulang lagi dan lagi, selama Joshua masih bebas dan belum ditemukan keberadaannya.

Semuanya akan terus berulang, mungkin sampai nyawa Liv melayang. Satu hal yang kini semakin mengganjal di pikiran wanita itu. Kali ini, bukan hanya dirinya yang akan menjadi korban dari kegilaan Joshua, namun kini juga menyentuh Sergio.

Betapa perihnya hati Liv ketika melihat luka-luka di wajah kekasihnya itu. Joshua bisa saja melukai Sergio lebih dari itu atau bahkan menghilangkan nyawanya.

Harus Liv akui, sebuah kesalahan besar menjalin hubungan dengan Sergio sehingga pria itu harus berurusan dengan Joshua. Namun, di sisi lain, wanita itu tidak dapat menjauhkan dirinya dari pria tampan itu. Keegoisan Liv lah yabg membuat Sergio terluka.

Mungkin itu adalah harga yang harus dibayar oleh Liv karena menggantungkan urusannya dengan Joshua. Itu pulalah hukuman yang harus diterima oleh Liv karena karena menyeret Sergio ke dalam permasalahannya dengan mantan suaminya itu.

"Mungkin lebih baik jika aku menghilang saja dari muka bumi ini...." gumam Liv.

"Hei, apa yang sedang kau lakukan?" ujar Sergio.

Sergio tampak mengecup pipi Liv dengan lembut lalu menjatuhkan tubuhnya tepat di atas kursi. Pria itu terlihat begitu santai dengan menggunakan selembar kaos berwarna hitam dan celana panjang dengan warna senada.

Jujur saja, kehadiran Sergio itu membuat Liv sedikit terkejut dan hampir saja terlonjak dari atas kursinya. Entah sudah berapa lama pria itu berada di dalam kamarnya. Liv bahkan tidak mendengar pintu kamar itu terbuka. Liv pun segera berusaha untuk tetap tenang agar pria itu tidak mempertanyakan apa yang tengah ada di dalam pikirannya itu. 

"Tidak ada." ujar Liv. "Hanya sekedar...menikmati pemandangan kota ini. Tampaknya, kota ini tidak pernah benar-benar tenang, huh?"

Liv berusaha keras untuk menyembunyikan pikiran-pikiran liarnya agar Sergio tidak mengetahuinya. Wanita itu pun menunjukkan senyum manisnya untuk memperlihatkan jika semuanya dalam keadaan baik-baik saja.

"Kemarilah, biarkan aku melihat luka-lukamu." ujar Sergio.

Sergio pun menyentuh wajah Liv lalu memeriksa beberapa luka yang ada di wajah cantik kekasihnya itu. Dengan lembut, Sergio meletakkan jarinya pada wajah Liv dan hampir membuat wanita itu kehilangan arah.

Ini bukan pertama kalinya Sergio menyentuh Liv, namun rasanya masih sama seperti sentuhan pertama kali. Liv dapat merasakan dirinya membeku ketika Sergio menyentuh wajahnya dengan lembut.

"Hmm..Bagaimana? Apa...semua luka-lukaku sudah terlihat membaik?" ujar Liv canggung.

"Jauh. Sangat jauh lebih baik." ujar Sergio sambil tersenyum.

"Tak kusangka, obat-obat yang diberikan oleh Will benar-benar ampuh." ujar Liv.

"Tentu saja." ujar Sergio. "Pria itu adalah salah satu dokter terbaik yang pernah kutemui."

Kedua mata Liv tampak tidak bisa berhenti menatap wajah Sergio yang juga dipenuhi dengan luka. Luka-luka itu disebabkan oleh Liv, ya itu semua karena pria yang disayanginya itu berusaha untuk melindunginya dari Joshua!

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang