Chapter 6 - Unfinished Business

1.4K 165 1
                                    

"Satu kali ini saja, Brian." ujar Liv. "Tolong tugaskan aku di proyek lainnya."

"Apa maksudmu, Liv? Apa kau sedang mabuk?" ujar Brian.

Liv berdecak kesal. Entah bagaiman Liv harus menyampaikan maksudnya kepada Brian. Wanita itu berusaha untuk menyusun kata-kata yang baik agar Brian dapat menangkap keinginannya.

"Brian, kau boleh menugaskanku dua...Tidak, tidak! Bahkan tiga proyek sekaligus. Aku berjanji akan menyelesaikannya dengan baik." ujar Liv.

Brian tampak menatap Liv dengan ekspresi keheranan. Ada apa dengan partner-nya itu hari ini? Mengapa wanita itu tiba-tiba bersikeras untuk pindah menangani proyek lainnya? Padahal, awal-awal, Liv tampak begitu bersemangat  ketika Brian menugaskan proyek Fort Cape Resort itu kepadanya.

"Ada apa denganmu, huh?" ujar Brian. "Apakah hantu penunggu bangunan ini sedang merasukimu, Liv?"

Liv mengusap rambutnya dengan kasar. Wanita itu tampak memutar otaknya dengan keras dan mencari segala cara agar dapat meyakinkan Brian untuk menugaskan Liv di proyek lainnya.

Liv tidak peduli jika harus mengerjakan banyak proyek lainnya asalkan wanita itu tidak bertemu dengan Sergio lagi. Cukup sudah pertemuan canggung di antara keduanya  yang terjadi tempo hari. Liv tidak ingin hal itu terulang lagi.

"Lantas, apa masalahmu? Apa kamu memiliki masalah dengan proyek itu?" ujar Brian. "Jika ya, sebaiknya kau mengatakannya kepadaku sekarang juga, Liv."

Mulut Liv pun seketika terkunci dengan rapat. Tidak mungkin Liv menceritakan seluruh insiden gila yang terjadi di antara dirinya dan Sergio kepada Brian. Bisa-bisa, Liv dipecat dari Arcadia atau yang lebih buruk lagi, wanita itu akan dicap sebagai penggoda pria konglomerat demi memenangkan sebuah tender proyek.

"Jadi? Apa kau akan mengatakannya kepadaku, Liv?" ujar Brian.

Skak mat!
Liv masih terdiam dan tidak mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya. Ingin sekali Liv memuntahkan semua keluh kesahnya kepada Brian. Namun, pria di hadapannya itu hanyalah sebatas rekan kerja untuk Liv.

"Aku...Aku tidak memiliki alasan." ujar Liv.

Brian menyandarkan punggungnya ke kursi kerjanya. Pria itu mengusap rahangnya sambil menatap Liv dengan intens. Sedangkan Liv mengalihkan tatapannya ke arah luar jendela.

"Akan kuanggap pembicaraan ini tidak pernah terjadi." ujar Brian. "Kau memiliki potensi, Liv. Dan aku mempercayaimu."

Gagal sudah usaha Liv untuk meminta Brian agar dirinya dapat dipindahkan ke proyek lainnya. Bodohnya, Liv tidak mempersiapkan alasan apapun yang dapat meyakinkan pernyataannya kepada Brian. 

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Liv segera melangkah keluar dari ruang kerja Brian dan berjalan menuju elevator. Kepala Liv terasa panas dan saat ini, wanita itu membutuhkan segelas kopi dingin untuk menenangkan pikirannya.

Liv pun memutuskan untuk beranjak ke sebuah coffee shop yang berada di lantai lobby gedung perkantoran itu. Wanita itu membutuhkan asupan yang dapat membuat emosinya mereda.

"Aku pesan segelas Iced Americano, double shot. Terima kasih." ujar Liv kepada barista coffe shop itu.

Tak lama kemudian, telepon genggam Liv tampak berdering. Wanita itu pun segera menjawab panggilan itu tanpa melihat siapa yang meleponnya.

"Apa!" teriak Liv dengan penuh emosi.

"Hei, ada apa denganmu? Apa semua baik-baik saja?" ujar Ashley.

"Maaf, Ash, tapi suasana hatiku sedang buruk saat ini." ujar Liv. "Brian tidak menyetujui pemindahanku ke proyek lainnya."

Kini, giliran Ashley yang terdengar membentak Liv dengan keras dari seberang telepon. Wanita itu mengoceh panjang lebar sambil menceramahi Liv tentang bagaimana senangnya Liv saat pertama kali ditugaskan untuk menangani proyek itu.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang