Chapter 30 - Leave

724 94 0
                                    

Hampir empat puluh menit lebih Liv berada dalam mobil sedan hitam itu bersama Sergio dan akhirnya keduanya pun tiba di tempat tujuan. Tampak sebuah bangunan dua lantai yang terlihat minimalis, yang didominasi dengan warna abu-abu pada bagian dindingnya.

Bangunan itu tampaknya sebuah klinik terapi. Namun, dari depan bangunan itu tampak seperti rumah tinggal pada umumnya.

Setelah Sergio memarkirkan mobilnya tak jauh dari pintu masuk, keduanya pun segera melangkah turun dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam bangunan itu. Tampak seorang wanita berambut merah, sedang berdiri di balik meja resepsionis. Sergio pun segera berjalan menghampiri wanita itu.

"Selamat siang, Tuan." ujar wanita itu. "Ada yang bisa kubantu?"

"Aku sudah memiliki janji temu dengan Dokter Lawrence siang ini." ujar Sergio.

"Bolehkah aku tahu namamu, Tuan?" ujar wanita itu.

"Beckford. Sergio Beckford." ujar Sergio.

"Oh, Tuan Beckford, silahkan masuk." ujar wanita itu. "Dokter Lawrence akan segera menemui anda."

Wanita berambut merah itu segera mengantar Sergio dan Liv masuk ke dalam sebuah ruangan besar yang berlapis kayu dan terdapat beberapa sofa besar berwarna hitam yang berjejer dengan rapi di dalam ruangan itu. Tampaknya ruangan itu adalah sebuah ruang tunggu. Wanita itu pun segera mempersilahkan keduanya untuk duduk di atas sofa dan menyajikan dua cangkir teh hangat di atas meja.

"Silahkan tunggu sebentar, Tuan." ujar wanita itu. "Dokter Lawrence akan segera menemui anda."

Sergio dan Liv pun terlihat duduk di atas sofa besar itu. Pria itu terlihat sedang menyibukkan diri dengan telepon genggamnya. Sedangkan, Liv terlihat menggigiti kuku jari jemarinya.

Entah mengapa, wanita itu tampak begitu gugup. Salah satu kaki Liv bahkan terlihat tidak berhenti bergerak. Dan semakin lama, suara hak sepatu yang menghantam lantai kayu itu terdengar semakin keras.

"Hei, apa kau baik-baik saja?" ujar Sergio.

"Entahlah." ujar Liv. "Aku merasa...tidak tenang."

Liv memang merasa sedikit tertekan. Agak sulit rasanya bagi Liv untuk membuka dirinya pada orang yang baru saja dikenalnya. Berbeda dengan Chris, Liv sudah mengenal pria itu sejak kuliah. Ya, hampir delapan tahun yang lalu, bahkan sebelum Chris berprofesi sebagai seorang psikiater.

Liv tahu jika dirinya akan membuka seluruh kisah kehidupannya kepada orang baru, rasanya akan sangat mengganggu hatinya. Tiba-tiba, Liv bangkit dari sofanya lalu Sergio pun segera menahan lengan wanita itu.

"Mau kemana kau?" ujar Sergio.

"Teras." ujar Liv. "Tampaknya aku perlu menghirup udara segar."

"Baiklah, aku menemanimu." ujar Sergio.

Sergio dan Liv berjalan menuju teras yang berlantai kayu itu. Keduanya pun tampak berdiri di depan jendela bangunan. Tak lama kemudian, Liv merogoh tasnya dan mengambil sebatang rokok serta pemantik api. Wanita itu pun segera menyelipkan rokok itu di antara bibir merahnya.

Sergio tampak sedikit terkejut ketika melihat Liv menghisap sebatang rokok. Belum pernah pria itu melihat Liv merokok sebelumnya. Sedangkan Liv terlihat lebih tenang sesaat setelah nikotin itu mulai masuk ke dalam tubuhnya. Wanita itu tampak menikmati setiap detiknya dan merasakan jika dirinya menjadi jauh lebih tenang.

Tiba-tiba saja, Sergio merebut rokok itu dari bibir Liv dan menghisapnya. Betapa terkejutnya Liv dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Sergio dan menatap pria itu dengan sedikit kesal. Sedangkan pria itu hanya menatap Liv dengan sorot mata yang menggoda sambil menghisap rokok yang sudah memiliki cap bibir Liv itu.

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang